Rasa, Cinta, Bersama

on
10/20/2014
Entah ini namanya apa.
Aku tak mahir mendefiniskan rasa.
Kadang aku keliru, terlampau bahagia. Lupa kalau luka selalu mengiringinya.
Kadang aku pun masih keliru, terlampau terisak. Lupa kalau senyum tak boleh tertinggal darinya.
Tapi dari semua rasa itu. Tak satupun yang ku sesali. Meski keliru, ku coba nikmati.
Bukankah itu pertanda di raga ini masih ada hati?


Kini, bersemai satu rasa, yang jika boleh ku tebak bernama ... CINTA.

Semoga aku tidak terlalu dini menyimpulkannya.
Semoga aku pun tak sebelah hati merasakannya.
Sebab, meski tak begitu paham mendefiniskan cinta. Sejak aku dinyamankan kamu, kepada yang lain aku tidak tertarik.


Rasa itu menbibiti rindu di sanubari, menyemai satu asa, menanti kata jumpa.

Jarak lagi-lagi ada. Mempermainkan dua hati manusia dalam kemelut rasa yang kadang tak mampu lagi tertahan dalam dada.
Entah ini namanya apa. Bantu aku menerjamahkannya, menjadi sebuah bahasa yang kau ucap nyata.
Aku berharap, dalam ketidakmengertianku tentang apa yang ku rasa.
Kamu mau menjelaskan, tentang apa itu .... BERSAMA.




Saidah




Ketetapan Tuhan

on
10/17/2014
Rara depresi. Putus cinta membuatnya kehilangan iman. Harapannya terlalu melambung. Ia salah menyandarkan harapan. Pengkhiatan Jonatan akan sebuah pernikahan, membuatnya menyalahkan Tuhan.
Rara cemas, sudah lebih dari tiga puluh menit ia mondar mandir sambil menelepon seseorang, Jonatan. Penghulu sudah tak bisa menunggu, namun Jonatan masih tak terlihat di ambang pintu. Rara kesal, sekali lagi ia telepon kekasih sekaligus calon suaminya, namun tak pernah mendapat jawaban. Rara kecewa, tangisnya mulai pecah. Ia terguncang, sebab di ponselnya telah mendarat sebuah pesan. Jonatan memutuskan hubungan, membatalkan pernikahan tanpa sebuah alasan. Rara meraung, ia terlampau kecewa. Acara menjadi kacau, keluarga malu dibuatnya. Rara tak henti menangis. Ia benci keadaan ini.

Belakangan Rara baru tahu, ternyata Jonatan menikah dengan wanita lain. Yang tak lain adalah sahabat dekatnya. Rara terluka. Rasa percaya lenyap sudah. Termasuk pada Yang Maha Kuasa. Rara marah, ia pergi tanpa arah.

Sudah dua tahun ia pergi. Meninggalkan kota yang dicintainya, meninggalkan keluarganya, dan meninggalkan Tuhannya. Ia tak lagi sholat, tak lagi puasa, dan tak lagi membaca Al-Quran. Ia menjadi liar, seperti wanita jalang yang tak tahu aturan. Hatinya gersang, ia tak menemukan kebaikan dari perjalanannya. 

Hingga akhirnya, ia bertemu seorang pria sholeh. Pria itu bernama Jamal. Anak seorang saudagar kaya yang sederhana. Tak pernah disangka Rara, Jamal pun pernah bernasib sama. Bahkan ia pernah dipaksa menikahi wanita yang tengah hamil, padahal ia bukan ayahnya. Perjalanan Jamal jauh lebih menyakitkan dari Rara, tapi Jamal tetap bersyukur pada Yang Maha Kuasa. Sebab, manusia hanya mahluk. Sebab, manusia tak punya kuasa. Sebab, rencana indah hanya Tuhan yang aturkan. Sebab, Tuhan Maha Tahu Segalanya.

Perlahan, hati Rara mulai luluh. Ketegaran Jamal, kebaikan budinya, serta tutur katanya yang santun lagi shaleh membuka mata hati Rara. Membuka matanya bahwa selama ini ia telah salah langkah. Setan telah memperbudaknya, menjauhi Allah karena kecewa. Rara baru sadar, justru seharusnya ia merasa beruntung dengan nasib baik yang Tuhan anugerahkan padanya. Dijauhkan dari lelaki tak baik, didekatkan pada lelaki shaleh. Sebab, perempuan baik hanya untuk lelaki baik. Itu yang tertulis dalam ayat suci dan kini Rara yakini. Tuhan sayang padanya, dan ini caranya. Bahagia itu tentang rasa syukur dan mampu melihat sesuatu dari sisi yang berbeda serta senantiasa menerima ketetapan-Nya.


Saidah
#CeritaMini #PartnerInWrite #JumatReligi

Cermin

Saat engkau bercermin, apa yang dirimu lihat? Ya itu dirimu bukan siapa siapa. Saat engkau bercermin, coba untuk tersenyum. Maka kamu melihat dirimu yang tersenyum, bukan bersedih bukan? Saat engkau bercermin, tampillah sebaik mungkin Karena kamu melihat dirimu baik sebagaimana yang kamu inginkan. Saat engkau bercermin kepada orang lain, maka belum tentu yang kalian lihat gambaran dirimu sebenarnya. 
Karena manusia adalah cermin tak ber raksa. Cermin yang mengubah penampilan dirimu bisa menjadi lebih baik atau lebih buruk. Carilah cermin yang menjadikanmu pribadi baik. Saat kamu tersenyum, maka ia juga ikut tersenyum. Saat kamu sedih, maka ia juga ikut sedih. Saat kamu merindu, ia juga ikut merindu.

Apakah kamu cermin ku?


-Doddy Rakhmat-
#PuisiHariJumat #PartnerInWrite

Kembar

on
10/15/2014
Alia berjalan mondar-mandir di sudut rumah sakit. Raut wajahnya bingung, sesuatu telah mengusik pikirannya. Sesekali ia celingukan ke dalam sebuah kamar. Melihat seseorang mirip dirinya sedang terbaring lemah tak berdaya.

Perasaannya campur aduk. Entah setan apa yang membisikinya hingga memiliki ide tak waras menyangkut nyawa saudara kembarnya. Sudah lebih dari setahun Agia divonis dokter menderita kanker otak dan sudah seminggu Agia koma setelah melakukan kemotherapy.

"Hhhh..." Alia menghela nafas. Setitik air mata jatuh di pipinya. Sejenak ia pejamkan mata. Terbayang wajah Agia yang sedang menderita menahan sakit luar biasa. Alia tak tega melihat saudara kembarnya terus menerus merasakan sakit. Sudah berbagai cara ditempuh keluarganya untuk menyembuhkan Agia, namun kesehatannya tak juga membaik.

"Maafin aku Gia. Aku cuma gak mau kamu menderita lebih lama karena rasa sakit itu. Aku yakin kamu akan lebih bahagia di alam sana."

Dengan cepat Alia mencopot semua alat yang terpasang pada tubuh dan wajah Agia kemudian ia ambil seutas tali untuk menjerat leher Agia. Merasa cukup ia singkirkan tali itu, dilihatnya wajah saudara kembarnya yang malang. Agia yang sedang berjuang kini justru harus berpulang. Bukan karena kalah dengan penyakit tapi karena dibunuh saudara kembarnya sendiri.

Alia histeris, ia ketakutan. Ia telah melakukan suatu kesalahan besar. Ia menangis sejadi-jadinya memohon agar Agia tak jadi mati. Ia guncang-guncangkan tubuh Agia, namun tak ada reaksi. Sedetik kemudian Alia tertawa, merasa telah menjadi penyelamat Agia dari ganasnya penyakit kanker.
Terus begitu. Alia mulai depresi. Rasa takut dan senang silih berganti merasuki jiwanya.

"Gia kamu jangan bercanda. Kamu belum mati kan, Gi?"Diguncang-guncangnya tubuh Agia, namun tak ada reaksi.

"Gak usah pura-pura mati kamu." Alia mengambil jarum infus, ditusuk-tusuknya tangan, kaki, wajah, dan seluruh tubuh Agia. Berharap Agia merasakan sakit dan terbangun. Namun  sayang, Agia telah mati. Dan Alia harus membayar semua kesalahannya.



Saidah
#CeritaMini #PartnerInWrite

Cigarette

Hut memilin tembakau dengan kertas rokok, memandang kosong halaman rumahnya. Menyalakan rokok yang dia buat, asap mengepul di terasnya.

Pikirannya sedang kacau, di dalam rumahnya terkapar gadis yang ia cintai. Yang kini sudah terpisah jiwa dan raganya. Entah kenapa, Hut menghabisi nyawa gadisnya. Sisi gelap Hut mulai tampak.
Cemburu buta Hut membawanya pribadi yang beringas dan bejat.  Gadis itu ketahuan berkencan dengan pria lain.

Hut hanya seorang pekerja kasar di sebuah gudang sembako. Ia mengenal gadis itu saat ia mengantarkan belanjaan ke rumah sang gadis. Dari situlah Hut mengenal cinta. Perasaan yang sebetulnya dimiliki semua orang tapi bentuknya berbeda-beda.

Sudah setahun lebih, mereka dekat dan mengikrarkan janji sebagai kekasih, tapi perselingkuhan itu mengakhiri segalanya bahkan mengakhiri hidup gadis nya itu. Berbekal cangkul, Hut menggali lubang dibelakang gubuknya, memasukkan gadis yang tak bernyawa itu dan menimbunnya dengan tanah. Sebagai nisan, Hut mengambil golok di rumahnya dan menancapkannya di atas kuburan tak layak itu.

Dengan mata nanar, Hut kembali "melinting" tembakau, menyalakannya dengan korek api kemudian mengepulkan asap ke langit. Pertanda puas akan perbuatannya.
Cinta beragam bentuknya, tapi cinta sejati tidak akan menyakiti.


-Doddy Rakhmat-
#CeritaMini #PartnerInWrite

Tanpa Batas Meski Terbatas

on
10/14/2014
Wina menatap foto ibunda dengan haru. Bulir-bulir air mata jatuh di pipinya. Kenangan itu masih terasa, terus tersimpan dalam ingatan yang terkadang menyesakkan dada.

Kadang hati kecilnya begitu berbangga dengan apa yang dilakukan ibundanya, namun sebelah hatinya tak tega jika mengingat ibunda kondisi ibundanya yang bersatu dengan tanah dalam raga yang tak sempurna.

Wina tahu sejak dulu ibunya seorang penggiat sosial yang senantiasa membantu orang-orang yang membutuhkan. Ibundanya salah seorang pengurus panti asuhan anak-anak dengan keterbatasan fisik. Setiap hari tanpa lelah, selain mengurus rumah tangga, ibunda selalu mau dan rela untuk direpotkan oleh anak-anak asuhnya. Tanpa mengeluh, tanpa berbantah, semua dilakukannya dengan hati bahagia.

Seiring berjalannya waktu. Ketika usia sudah semakin menua, tubuh sudah semakin renta, penyakit silih berganti merasuki raga. Ibunda mulai tak bisa mengasuh para anak asuh. Penyakit yang dideritanya memaksa ia berdiam diri tanpa kesibukan yang dulu. Dalam hati, diam-diam Ibunda berujar sebuah janji bahwa ketika dia mati ia ingin seluruh yang ada di tubuhnya ia ingin berikan pada anak asuhnya yang membutuhkan. Matanya, ginjalnya, jantungnya, atau bagian tubuh manapun yang bisa ia berikan ia rela.

Dan Wina berada di ambang kegelisahan. Ibunda ingin ia bisa memenuhi janji itu, namun ia tak tega. Kini, jasad ibunda sudah terbujur kaku ditimpa tanah. Namun Wina masih mampu melihat tatapannya yang teduh dari sorot mata anak asuh. Tatapan itu tetap sama, menenangkan. Meski bukan lagi Bunda yang ia rasakan.



Saidah
#CeritaMini #PartnerInWrite #EdisiSeninSosial

Flashdisk

on
10/13/2014
Lukas nampak buru buru mengcopy segala file file rahasia di komputer perusahaan pembuat senjata itu, data datanya itu disimpan di sebuah flash disk berwarna hitam kilat dengan logo merk di bagian atasnya. Lukas bergegas meninggalkan ruangan komputer itu, menyelinap keluar melalui pintu darurat. Sesampainya di parkiran ia pergi dengan motor maticnya. Sebuah motor yang tak cocok untuk seorang Lukas, sang peretas. Kali ini misi yang ia jalankan termasuk kategori penting, meretas program jual beli senjata api ilegal. Yang terindikasi dengan adanya permainan pemerintah didalamnya. Di kontrakan di sisi gelap kota, Lukas mulai menyalakan komputer kesayangannya. Dan memasang flashdisk yang dibawanya. Setelah beberapa saat, layar mulai berkedap kedip dengan angka angka algoritma dan bahasa pemrograman lain. Sebuah hal sudah biasa bagi Lukas. Di kontrakan serba putih itu, Lukas tinggal sendiri kurang lebih setahun. Sambil jari bermain diatas keyboard, alangkah terkejutnya Lukas melihat jumlah uang masuk dari perusahaan senjata itu ke negara. Angka puluhan trilyun rupiah ternyata mengalir deras ke rekeing perusahaan itu. Sebuah pencucian uang yang tak pernah diliput media. Nama nama pengirim biaya itu memuat tokoh tokoh penting negeri ini. Dengan mudahnya Lukas menyebarkan informasi penting itu ke media massa secara masif. Tak ayal lagi, negeri ini menjadi heboh. Peranan sosial media sangat berpengaruh. Dalam sekejap menjadi headline news. Semua itu dilakukan Lukas demi mewujudkan negeri yang bersih dari korupsi, pencucian uang dan kemunafikan sistem pemerintah. Muak dengan pencitraan pemerintah dan segala jenisnya. Lukas menjadi buronan media massa, ia pun menjadi buronan mafia hukum yang terlibat. Lukas menghilang. Menghilang begitu saja entah kemana. Mungkin ke dalam sebuah keadilan yang dicarinya.

Lukas nampak buru buru mengcopy segala file file rahasia di komputer perusahaan pembuat senjata itu, data datanya itu disimpan di sebuah flash disk berwarna hitam kilat dengan logo merk di bagian atasnya. Lukas bergegas meninggalkan ruangan komputer itu, menyelinap keluar melalui pintu darurat. Sesampainya di parkiran ia pergi dengan motor maticnya. Sebuah motor yang tak cocok untuk seorang Lukas, sang peretas. Kali ini misi yang ia jalankan termasuk kategori penting, meretas program jual beli senjata api ilegal. Yang terindikasi dengan adanya permainan pemerintah didalamnya. Di kontrakan di sisi gelap kota, Lukas mulai menyalakan komputer kesayangannya. Dan memasang flashdisk yang dibawanya. Setelah beberapa saat, layar mulai berkedap kedip dengan angka angka algoritma dan bahasa pemrograman lain. Sebuah hal sudah biasa bagi Lukas. Di kontrakan serba putih itu, Lukas tinggal sendiri kurang lebih setahun. Sambil jari bermain diatas keyboard, alangkah terkejutnya Lukas melihat jumlah uang masuk dari perusahaan senjata itu ke negara. Angka puluhan trilyun rupiah ternyata mengalir deras ke rekeing perusahaan itu. Sebuah pencucian uang yang tak pernah diliput media. Nama nama pengirim biaya itu memuat tokoh tokoh penting negeri ini. Dengan mudahnya Lukas menyebarkan informasi penting itu ke media massa secara masif. Tak ayal lagi, negeri ini menjadi heboh. Peranan sosial media sangat berpengaruh. Dalam sekejap menjadi headline news. Semua itu dilakukan Lukas demi mewujudkan negeri yang bersih dari korupsi, pencucian uang dan kemunafikan sistem pemerintah. Muak dengan pencitraan pemerintah dan segala jenisnya. Lukas menjadi buronan media massa, ia pun menjadi buronan mafia hukum yang terlibat. Lukas menghilang. Menghilang begitu saja entah kemana. Mungkin ke dalam sebuah keadilan yang dicarinya.



-Doddy Rakhmat-
#CeritaMini #PartnerInWrite #EdisiSeninHukum

Cerita Tentang Haji Backpacker

on
10/10/2014


Siapa yang belum tau kalo @987Genfm sering ngadain kuis yang hadiahnya udah pasti keren? Kayanya semua masyarakat twitter udah tahu dan paham gimana cara ikutannya.

Dan, Senin siang kala itu. Tepat seminggu yang lalu, seperti biasa gue memantau timeline gue, siapa tahu ada mention dari someone special atau ada kuis yang asik banget. And tadaaaa, GenFm ngadain kuis yang hadiahnya tiket nonton film #HajiBackpacker. Aaaaaa dan gue pun langsung ikutan!

Posisi gue saat itu lagi di mobil sambil dengerin GenFm.

Cinta Tanpa Syarat



 Air matanya jatuh satu-satu. Seiring dengan segudang kata ampun yang ia panjatkan kepada Tuhan. Tak ada manusia yang sempurna, tapi hidayah selalu punya cara untuk mengembalikan dan mendekatkan hati manusia kepada Rabb - nya, salah satunya dengan cinta.

Sebagai manusia yang segala takdir dan kehidupannya diatur oleh Tuhan Semesta Alam, tak ada yang bisa dielak atas suratan yang terjadi. Begitu pula untuk urusan hati dan cinta yang bersemi, kita tak pernah tahu akan jatuh cinta kepada siapa. Berkali-kali berusaha menepis rasa di hati, nyatanya Alia tak bisa lagi membohongi diri bahwa ia telah jatuh hati pada Ridwan, seorang pemuda luar biasa. Bukan tanpa alasan Alia menyebut Ridwan lelaki luar biasa, sebab Ridwan telah membuka mata hatinya tentang ilmu agama, tentang cinta pada Sang Pencipta.

Di suatu malam beberapa waktu silam, awal pertemuan Alia dengan Ridwan. Malam itu, selepas isya, Alia baru saja selesai kuliah dan hendak pulang menuju rumah singgahnya. Tak ada yang berbeda, semua serba biasa. Sampai akhirnya ketika melewati sebuah mushalla kecil dekat kampusnya, ia mendengar suara seseorang sedang mengaji. Suara indah itu mengusik keingintahuannya, diam-diam Alia mengintip ke dalam mushalla yang sudah sepi jamaah. Ia melihat sosok lelaki sedang duduk di depan mimbar. Di hadapan lelaki itu terdapat sebuah Al-Quran dalam posisi terbuka. Merasa tak ada yang aneh, Alia pun meninggalkan musholla itu tanpa tanya. Namun, suara mengaji lelaki itu begitu mengena di hatinya. Tanpa disadari setiap hari setelah hari itu, Alia selalu ingin mendengar ayat-ayat Allah yang dilantunkan lelaki itu. Maka jadilah kegiatan mengintip diam-diam dan mendengar dalam diam menjadi kebiasaan baru baginya. Hingga suatu malam saat Alia sedang khusyu mendengarkan lelaki itu mengaji, handphone nya berdering. Alia panik gelagapan, ia takut lelaki itu marah. Namun yang terjadi adalah keterkejutan Alia akan keadaan sebenarnya lelaki itu. Lelaki itu buta.

Keadaan Ridwan membuka mata hati Alia yang selama ini jarang sekali bersentuhan dengan pedoman hidupnya. Sepanjang 20 tahun hidupnya sebagai seorang muslim, Alia hanya mengenal sholat yang itupun hanya sesekali ia kerjakan. Ia malu. Tuhan memberi kesempurnaan ragawi padanya namun hatinya seolah cacat tanpa sinar agama. Sedangkan Ridwan yang tak sempurna secara raga memiliki hati luar biasa.



Saidah
#CeritaMini #PartnerInWrite #EdisiReligi

Sedekah Kecil



Sore itu, Aji merenungi kejadian sepuluh tahun lalu.
Hiruk pikuk ibu kota membuat Aji betah tinggal. Gajinya yang pas pas an cukup untuk membiayai hidupnya sehari-hari, tinggal di kontrakan kecil dibilangan Rawa Mangun. Sesekali ia sisihkan gajinya untuk mengirimi Ibu nya di Kampung di Kalimantan. Walau tak banyak tapi ia begitu lega sudah bisa membantu ibunya.
Suatu sore menjelang Magrib, saat Aji pulang dari tempat kerjanya. Ia menyusuri sebuah gang kecil. Di pertengahan gang, ia mendapati seorang ibu ibu renta yang terduduk lemas.
Aji menanyakan keadaan dan asal Ibu itu, Ibu itu pikun. Akhirnya dengan segenap tenaga, ia gendong ibu itu mengantarkannya ke sebuah panti jompo dekat kontrakannya.
Saat ia menggendong ibu itu, ia teringat Ibunya di kalimantan. Semenjak hari itu, ia menganggap Ibu yang di tolongnya itu sebagai Ibu Angkat di perantauan. Setiap hari , Ia menjenguk ke panti jompo. Membawakan makanan ringan dan menghibur ibu pikun itu.
Sudah setahun ia melakukan rutin hal hal itu, akhirnya suatu saat Ibu itu mengingat keluarganya. Dengan senang hati, Aji mengantarkannya ke keluarga.
Aji sampai disuatu alamat, yang rumahnya megah. Itulah Rumah Ibu pikun itu. Ia hanya hidup dengan seorang pembantu rumahnya.
Ternyata Ibu itu hanya berpura pura menjadi pikun. Ia hanya ingin mencari ahli warisnya. Bukan main terkejutnya Aji, dengan ketekunan ia yang tak berharap dibalas budi membuahkan hasil tak terduga.
Kini Aji menjadi seorang direktur perusahaan pengelola keuangan terkemuka di Asia Tenggara. Namanya menjadi Eksekutif muda yang diperhitungkan. Sedekah kecil tak mengharap balas budi menjadi Rezeki luar biasa.


-Doddy Rakhmat-
#CeritaMini #PartnerInWrite #EdisiReligi

KUNCI



Salim memegang kunci yang berlumuran darah, ini adalah korban yang ke 100. Maka ia membuatnya secara spesial, merenggut nyawa seseorang dengan sebuah kunci motor.

Di balik gemuruh hujan dan petir bersahutan,tampak remang remang rumah Salim di ujung desa. Salim adalah sosok agamais di desa nya, ia dikenal pintar berdakwah. Tetapi tidak banyak yang tahu bahwa salim bermuka dua. Tampil di publik sebagai Ustadz, namun malam itu ia tampil sebagai manusia paling bejat.

Salim seorang Psikopat, ia senang membunuh orang. Melihat darah berceceran membuat ia semakin bersemangat menjalani hari, terlebih lagi Salim pernah membunuh orang dengan tangan kosong. Sebuah favorit Salim.

Untuk korban yg ke 100 , Salim memperlakukannya dengan spesial, dengan sebuah kunci. Ia berhasil melumpuhkan dan menghabisi nyawa korban ke 100 nya dalam kurun waktu 100 hari. Berarti Salim menghilangkan nyawa satu orang setiap harinya.

Dengan sebuah kunci motor, Salim melesatkannya ke tenggorokan korban, mengkoyaknya dan mencabutnya. Korban yang jatuh tersungkur dipukuli habis-habisan oleh Salim, dan sebagai penutup. Salim menancapkan kunci motor itu ke pelipis bagian dalam korban hingga menembus kepalanya. Korban nya tewas kehabisan darah.

Tiba tiba, terdengar teriakan teriakan warga desa dari luar rumah. Yang tanpa permisi lagi masuk ke dalam rumah Salim dan mengkeroyoknya habis-habisan sampai Salim meregang nyawa. Dengan kunci motor yang menancap di dadanya, di jantungnya.

Tragis memang Salim, Sang "Malaikat Maut" yang dilahirkan sebagai manusia biasa. Kini menjumpai ajalnya sendiri.


-Doddy Rakhmat-
#CeritaMini #PartnerInWrite #EdisiKriminal

Hati-hati dengan Hati.

on
10/09/2014
Cinta memang gila. Mampu membutakan mata hati dan logika. Mampu meliarkan pikiran dalam nada-nada amarah. Mampu membuat seseorang kehilangan akal sehatnya, mentaati bisikan kekecewaannya.

Namanya Cinta. Namun hidupnya tidak seperti namanya. Berkali-kali disakiti lelaki, membuat hatinya meringis sakit hati. Kini ia tak percaya lagi cinta. Untuknya cinta hanya rasa semu. Dan bahagia tak lebih dari sandiwara, semuanya bohong belaka.

Semuanya berawal dari sakit hati yang ia rasakan bertubi-tubi. Setiap ia memiliki kasih dan mencintai, selalu saja ia dikhianati lelaki. Hingga ia bertanya "dimana hati lelaki? kenapa bisa begitu seenaknya menyakiti? apa mereka tak punya hati? Lantas pikiran setan memburami hatinya. Ia berencana mencari jawaban atas pertanyaannya.

Malam itu, Cinta mendatangi rumah Boy, kekasihnya. Ia menangis tersedu-sedu memohon pada Boy agar kembali padanya. Begitu angkuhnya Boy, dengan tega ia berkata "Maaf Cinta, aku tidak mencintaimu. Aku hanya menjadikanmu alat agar mantan pacarku kembali padaku. Dan kini, aku dan dia sudah berpacaran lagi. Aku tak butuh kamu lagi cinta."

Barisan kalimat Boy sungguh sangat menyakiti hatinya. Cinta buta akal. Ia langsung mendorong tubuh tegap Boy hingga terjatuh. Kemudian ia mengambil pisau lipat dari saku celana belakangnya. 

"Setan kamu! Kamu pikir aku ini mainanmu? Kamu pikir aku ini sampah? Yang bisa kau buang seenaknya? Keparat kamu, Boy!"

Cinta mulai bermain-main dengan pisau itu. Disiletnya wajah Boy yang tampan. Boy meringis, ia berusaha menyelamatkan diri. Didorongnya tubuh mungil Cinta. Dan berusaha lari. Bodohnya Boy, ia lari ke dalam rumah dan terperangkap di dapur rumahnya.

"Kamu jangan gila, Cinta!"

"Aku gila karena kamu, Boy!"

"Cinta, aku mohon. Aku akan kembali jadi pacarmu lagi, Cinta."

"Terlambat, Boy. Hatiku sudah sakit. Dan aku ingin hatimu juga merasakan sakitnya!" Cinta berteriak histeris.

Boy tergeletak lemah. Seluruh tubuhnya berlumuran darah. Bertubi-tubi benda tajam itu menghujam tubuhnya. Boy menghembuskan nafas terakhirnya dengan mengenaskan. Cinta melumpuhkan logika. Membuat dosa seolah boleh saja. Cinta itu terkontaminasi isyarat iblis dan merasuki hati. Cinta tak bisa dipaksa. Ia ada untuk saling membahagiakan, jika tidak lebih baik lepaskan.



Saidah
#CeritaMini #PartnerInWrite #EdisiKriminal

PALU

on
10/06/2014
Suasana riuh. Hati si bedebah bergemuruh.
Melepaskannya dengan ketukan palu acuh. Susana semakin menggila. Bedebah pun angkat bicara. Mencoba menenangkan massa Yang tak puas dibuat olehnya. Tak terima. Bedebah itu berpura-pura adil. Padahal sudah sering dipanggil oleh bedebah bedebah lain yang sama berpikiran kerdil.
Mencoba bermain dengan hukuman.
Hukum seperti mata uang.
Diperjualbelikan, kadang naik, kadang turun. Sesuai dengan permintaan.
Si Bedebah itu menyimpan banyak mata uang.
Ya, Si Bedebah Pembawa Palu berkedok adil tapi palsu.



-Doddy Rakhmat-
Doddy Rakhmat dan Tulisan Abstraknya
#PuisiHukum #PartnerInWrite

Arigatou Sensei


Mudah bagiku mengakses informasi. Tersedia lengkap di sekolah menengah atas ku. Mulai dari fasilitas internet, buku-buku terbaru dan terlengkap berjejer di rak perpustakaan dengan rapi. Baru di tahun kedua ini aku mendapatkan mata pelajaran bahasa Jepang. Kedengarannya tidak terlalu buruk, toh alat transportasi di Negara ini didominasi dari Jepang.
“Minasama, Ohayou Gozaimasu.” Seorang wanita berperawakan langsing, wajahnya manis dan berkacamata masuk ke kelas dengan sapaan itu. Kelas hanya hening terpaku padanya.
“Hai’ ! Baiklah, saya ucap salam dulu ya untuk kelas ini, Assalamu’alaikum”
Satu kelas kompak menjawab “Wa’alaikumussalam.”
“Watashi wa Endah desu. Douzu Yoroushiku.” Wajahnya berseri sekali ketika itu
“Nama Saya Endah, kalian bisa panggil Endah Sensei ya?”
Sensei adalah sebutan guru dalam bahasa Jepang. Perkenalan yang sangat apik dan membuat kami terpukau karena baru kali ini satu kelas mendapatkan mata pelajaran bahasa Jepang dengan guru seramah Endah Sensei. Bukan mata pelajaran yang sulit, aku selalu mengungguli teman-temanku dari segi tulisan Hiragana, katakana,  dan Kanji. Ketiga tulisan itu mudah sekali dihafal. Yang unik dari cara pengajarannya, ia selalu memberikan reward atau hadiah bagi siapa saja yang unggul saat diberi tantangan olehnya. Kelas menjadi aktif sekali saat itu.
:.:.:
Lihat saja nilai rapor ku, satu semester mampu mendapat predikat A pada mata pelajaran bahasa Jepang. Mungkin aku mulai jatuh cinta pada negeri sakura itu. Hihi Endah Sensei selalu mengajakku pergi ke Japan Foundation menemaninya atau mewakili sekolah dalam ajang lomba pidato bahasa Jepang. Dan tau hadiahnya? Yaa ! Mudah bagi Japan Foundation memberikan liburan musim semi bagi siswa berprestasi Indonesia.
Liburan ke Jepang? Musim Semi? Dua minggu? Sounds Great ! pasti Bisa !!! gumamku dalam hati. Dua minggu menjadi persiapan singkat bagiku dengan Endah sensei yang membantu memperbaiki pidatoku. Setiap sepulang sekolah, rutin dan wajib bagiku untuk berpidato di depan Endah Sensei. Sesekali ia menyuruhku maju di depan kelas yang ia sebut sebagai latihan kala itu.
“Minasama. Konnichi wa. Watashi wa Dinda desu. Kyou no watashi no supichi wa watashi tachi no nihon go ni suite. Watashi tachi wa, ichi nensei kara san nensei made desu…..”
Itu pembukaan pidato ku. Hanya memperkenalkan diri, sedikit menjabarkan tema speech ku yang saat itu adalah bahasa Jepang di sekolah ku.
:.:.:
“Dinda san, doki doki desu ka?” Sensei meledekku, deg-degan kah? Itu maksudnya.
“Daijoubu yo.” Hanya bisa ku jawab dengan senyum sungging yang tipis kala itu. Tidak apa-apa jawabku.
“Watashi wa dekina kereba naranai Sensei. Aku pasti bisaaaa !!!” wajahku meyakinkan
“Ganbatte ne !!!” Endah Sensei mengangkat tangan kanannya yang dikepal.
Endah Sensei selalu menyemangati bahwa ajang ini bukan masalah pergi atau tidaknya ke Jepang. Tapi masalah maksimal berikan yang terbaik. Sensei tidak pernah melepas dengan genggaman eratnya di tanganku, tanda ia selalu menenangkan muridnya yang satu ini. Tiba giliranku…
Senyum, sapa, saat masuk ruangan dan ternyataaaaa !!! Jurinya asli Nihon jin (orang Jepang) semua. Ku coba tarik nafas, keluarkan kembali, tarik kembali keluarkan kembali dannn senyum !
Lima menit waktu yang lama bagiku untuk menyampaikan isi pidato kala itu. Lima menit sisanya bertanya jawab dengan juri. Ruangan ini sungguh terasa dingin sekali, padahal AC dinyalakan dengan suhu standar. Terasa sempit, padahal luas sekali. Aku merasakan bulir keringat jatuh di kening. Sambil senyum lebar ku tunggu pertanyaan dari juri.
“Dinda desu ka? Dinda san wa nihon ga suki desu ka?” Juri wanita dengan ramah bertanya, senyumnya membuat mata sipitnya seperti garis indah terpatri di wajahnya
“Hai’ Sensei ! Watashi wa nihon go ga suki desu. Nihon go wa omoshiroi desu ga tanoshii desu.” Ku jawab bahwa bahasa Jepang sangat menarik sekali dan itu yang membuat ku menyukainya.
Juri-juri memberikan senyum dan pertanyaannya hanya itu saja. Hanya itu? Hihi sudahlah yang penting sudah tampil. Endah Sensei sumringah melihat sedikit kekhawatiran di wajahku.
“Tidak apa-apa. Hasilnya kita tunggu ya ! kalau rezeki pasti akan dapat !”
Ah sensei, wajahmu selalu teduh menenangkanku.
Makan siang ini menjadi makan ter-tidak nyaman bagiku. Pengumuman diberi tahu hari itu juga. Siapa yang bisa makan dengan suasana deg-degan. Aku pun mulai berbesar hati jika memang tidak mendapatkan hadiah itu. Tiga terbaik akan dikirim ke Jepang untuk menikmati musim semi selama dua minggu di sana. Baiklah pengumuman diumumkan sesaat lagi. Seluruh peserta dari beberapa lomba lengkap duduk di aula. Setelah sambutan dari lembaga tersebut, mulai lah satu per satu dibacakan pemenangnya.
Ku harap ada namaku, ku harap namaku dibacakan, ku harap ada…
Sambil terus kuperhatikan nama-nama yang disebut. Daaannnnnnnn…..
:.:.:
“Irasha imase Indoneshia Seito!!!”
Singkat sekali rasanya baru kemarin aku berpidato. Sekarang sudah berada tepat di bawah pohon sakura. Jepang kah ini? Ah ku cubit pipiku dan sakit !! ini nyata !! ini jepang !!! Alhamdulillah…
Haru. Musim semi di Jepang. Musim suka cita, penuh cinta dan kehangatan.
Ah andai ada Endah Sensei di sini. Sudah ku pastikan musim ini menjadi musim menyenangkan. Endah sensei guru bagiku yang sudah otomatis membuatku cinta pada bahasa Jepang. Sudah membuatku berada di Jepang. Mudah baginya berkunjung ke Jepang. Endah Sensei sewaktu dulu sudah tiga kali ke Jepang. Beasiswa dan sisanya karena berlibur.
:.:.:
Ku beritahu jika suatu saat nanti kau berkunjung ke Jepang, berkunjunglah saat musim semi. Pusat kota Jepang yakni Tokyo penuh dengan kenangan. Ramai, paling terang kalau malam. Tapi satu tempat teristimewa bagiku, taman Shinjuku Gyoen. Ada 1500 pohon sakura di sana dengan luas kurang lebih 144 hektar. Melakukan hanami (rekreasi di bawah pohon sakura) bersama pemenang lainnya membuatku takjub akan keindahan lain yang telah sang Khalik ciptakan.
Arigatou… Doumo Arigatou Gozaimasu Endah Sensei…

#SeninPendidikan #PartnerInWrite

SINGKAT.

Matahari dan senja itu selalu sama…
Angin masih sama lembut menyentuh kulit.
Kala itu Agustus 2013. Menjadi bagian dari perusahaan itu sebenarnya tidak menjadi mimpi besar bagiku, hanya saja satu peluang bagus karena aku tepat mengambil profesi itu, sejalan dengan bidang studi semasa kuliah. Bertemu dengan orang baru berarti harus mampu beradaptasi lagi. Mudah tersenyum, mencairkan diri dan menjalankan tugas sesuai dengan perintah. Di ruangan itu hanya ada dua perempuan, lima sisanya adalah lelaki. Mudah akrab sekali kala itu. Sudah seperti keluarga, ku anggap.
“Marwa, tolong rekapin laporan keuangan bulan Juni sama Agustus ya! Bahannya sudah saya email, mohon dicek.” Hendra atasanku memang tegas kalau soal pekerjaan.
“Baik pak” cukup ucapan tersingkat dengan jawaban bernada siap. Saking akrabnya dengan ruangan ini, mudah sekali mengerjakan segalanya dengan hati ringan sampai tidak terasa bulan berjalan hingga keberadaanku di perusahaan ini sudah hampir 4 bulan.
:.:.:
Pagi menjadi indah, matahari terik meninggi yang kuterjemahkan sebagai hari yang harus semangat mengerjakan segalanya di kantor. Pagi itu sudah lengkap semua, pak Hendra harus dinas keluar kota bersama asistennya, lelaki masih seusia ku, subur, dan sangat ramah. Dito namanya. Tapi biarlah, masih ada yang lain untuk ku ajak ngobrol di sela-sela pekerjaan.
“Wa, bikini dong wa.” Singkat satu bungkus cappuccino mendarat di mejaku
“Ishhh zidan !!! kebiasaan selalu ngagetin orang lagi konsen ish !” nadaku meninggi
“Biasa aja kali wa, bikini wa gih.” Mudahnya zidan tersenyum meminta sambil menaikkan kedua alisnya
Mudah mengaduk secangkir cappuccino di pantry kantor. Hanya menuang bubuk ditambah dengan air panas, lalu diaduk. Selesai ! Mengaduk dengan senyuman membuat cappuccino itu menjadi berbeda. Ku taruh dengan hati-hati cangkir tersebut agar tidak mengotori kertas-kertas di meja Zidan. Ruang kerja itu menjadi “istimewa” bagiku.

Cinta akan Menemui, dengan Sederhana

on
10/04/2014
Entah harus ku ibaratkan dengan, cinta.
Kadang ia begitu rumit, kadang begitu sederhana. 
Kadang ia begitu tulus, kadang begitu egois.

Setiap untaian ku tulis tentangnya, menyiratkan guratan perasaan yang begitu apa adanya. 
Karena ia datang begitu saja, tanpa rekayasa.

Kadang, aku ingin pasrah pada cinta yang menahan gejolak rasa. Hanya berharap kau punya rasa yang sama dan kita berjalan sama-sama. 
Namun kadang, aku begitu curiga. Khawatir perasaan ini hanya aku yang punya, dan kau hanya anggap ku teman biasa.

Lalu ku sadari, jika memang Tuhan telah takdirkan kita satu.
Cinta kan saling menemui, dengan sederhana. Membawa kita menuju yang selama ini didamba.
-


Saidah
#PuisiHariSabtu #PartnerInWrite