Impian Nek Minah

on
10/03/2014
Hari masih buta, fajar masih berselimut malam yang pekat. Tepat pukul tiga, usai melaksanakan sholat tahajud dan sholat hajat, ia bersiap berbelanja. Letak pasar pagi tak begitu jauh dari kediamannya, ia biasa menempuhnya dengan berjalan kaki.
Namanya Nek Minah, usianya baru setengah abad. Namun kesulitan hidup yang menjeratnya membuat ragawinya terlihat lebih tua dari usianya, ia sudah mulai renta. Usai berbelanja sesuai yang dibutuhkannya, Nek Minah lekas menuju rumah. Karena bada subuh ia harus sudah menjajakan dagangannya.

Adzan subuh telah berkumandang, Nek Minah bergegas mengambil air wudhu dan menggelar sajadah. Ia tunaikan kewajibannya sebagai seorang hamba, bersujud pada Yang Maha Kuasa. Usai sholat, Nek Minah segera mengambil barang dagangnnya. Sudah lebih dari sepuluh tahun Nek Minah berjualan bacang, makanan yang hampir mirip dengan lontong namun berisi daging dan berbentuk segitiga. Nek Minah menjual per potongnya tiga ribu rupiah.

Nek Minah berjualan berkeliling sebuah perumahan tak jauh dari kampugnya. Ia berteriak dan menawarkan dari rumah ke rumah.

"Bacang. Bacang. Bacang."


Di zaman modern seperti ini, sudah tak banyak yang menjadikan bacang sebagai menu sarapan. Para orang kaya berduit biasanya sarapan dengan roti. Sehingga tak setiap hari, bacang buatan Nek Minah habis terjual.

Sejak dulu, Nek Minah selalu menyisihkan uang yang ia dapat dari hasil berjualan bacang. Meski hanya seribu dua ribu per harinya, Nek Minah tetap menabung. Karena ia punya satu mimpi, ia ingin berqurban.

Hasrat ingin berqurban semakin menggebu. Nek Minah ingin segera mewujudkan mimpinya. Meski ia hanya seorang pedagang bacang keliling, namun ia ingin bisa membelanjakan hartanya di jalan Allah, dengan berqurban. Perlahan, Nek Minah menghitung uang tabungannya. Wajahnya cemas, ia khawatir tak mampu berqurban karena tabungannya tak mencukupi. Namun akhirnya Nek Minah tersenyum sumringah, uang tabungannya cukup untuk membeli dua ekor kambing. Maka bergegaslah Nek Minah menuju tempat penjualan hewan qurban. Ia memilah milih kambing untuk diqurbankan. Setelah memilih, Nek Minah meminta pada penjual kambing untuk dikirimkan ke masjid di desanya. Nek Minah senang sekali, ia tak berhenti mengucap syukur. Ia telah mampu mewujudkan mimpinya, berqurban atas nama dirinya dan almarhum suaminya.



Saidah
#CeritaMini #PartnerInWrite #EdisiJumatReligi
Be First to Post Comment !
Posting Komentar