2023, 안녕!

on
1/25/2023


Resolusi Ibu Muda Anak Satu, Masih Bisakah Menggapai Mimpi?




            Dilihat dari judulnya kayak yang “wah berat nih”, but yeaaah… emang berat. Ngomongin soal mimpi emang gak ada yang mudah kan? Ya meskipun sesimple mimpi random sederhana pengen warnain rambut aja, buatku, itu gak mudah. Bertahun-tahun izin sama orang tua selalu ditolak sampai akhirnya izinku berpindah ke tangan suami. Butuh 29 tahun untuk mimpi sederhana itu terwujud. Ya, kalau diitung dari kapan menjadi mimpinya sih, yaa 15 tahun mungkin? Aku gak inget sih kapan pastinya ada keinginan pengen warnain rambut, but sepertinya sih saat remaja ya. Dari SMA. Pun, Ketika izin udah bukan menjadi penghalang, aku butuh budget yang gak sedikit buat warnai rambut. Tahu sendiri kan perawatan ke salon habis berapa sekali treatment. Plus, aku harus nunggu waktu yang tepat karena aku langsung hamil, melahirkan, lalu menyusui. Masih ada momen menunggu yang belum tahu kapan saat itu. Dan ketika memang waktunya, saat proses coloring pun, ya gak sebentar. Sedikitnya aku butuh 6 jam untuk sampai pada titik …. YEAY NEW HAIR!

            Saat itu gimana rasanya? Happy. Aku berterima kasih berkali-kali sama suamiku karena sudah mengizinkan aku untuk bisa mewujudkan mimpi random sederhana ini. Ya gak cuma izin tentunya, tapi juga budget. Dan akuuuu beneraan seseneng itu saat rambut baruku launching. Berkali-kali ngaca, selfie, dan selalu tanya “Bagus kan? Cantik kan?” Bahkan di titik pencapaian aja aku masih butuh validasi bahwa apa yang aku lakukan patut untuk aku appreciate.

            Balik lagi ke soal mimpi. Semenjak jadi ibu, terkadang aku merasa apakah aku masih bisa punya mimpi? Apa yang kira-kira ingin aku raih. Aku gak mau selamanya hanya menjadi ibu rumah tangga. Tapi di lain waktu, ketika suamiku bertanya “Apa mimpi kamu? Apa yang pengen kamu lakuin?” di saat aku lagi lelah-lelahnya ngurus anak, pertanyaan itu menjadi kata tanya yang sedikit menyakitkan. Apakah aku harus punya mimpi? Apakah mengurus anak dengan baik dan berusaha maksimal mendampingi anak gak bisa diapresiasi? Apakah aku harus menjadi lebih dari itu agar dipandang wanita mandiri dan punya kelas? Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan kontradiktif yang main peran di kepalaku. Overthinking kayaknya udah jadi makanan sehari-hari. Tergantung lagi di situasi apa.

            Sebagai anak pertama yang juga menjadi generasi roti lapis, mimpi buatku kadang bisa jadi nomor dua. Atau ya paling tidak mimpi itu harus selaras dengan jalan mencari rejeki. Setidaknya, aku merasa harus bisa menjadi teman berbagi beban finansial untuk suamiku. Lebih dari itu, aku ingin suamiku bisa kerja gak jauh-jauh. Biar bisa pelukan kalau sesak lagi datang tanpa ketuk pintu duluan.

            Karena sebentar lagi Lova akan ulang tahun yang kedua. Aku merasa sudah waktunya aku kembali (Cailah!). Sudah waktunya aku mulai bermimpi lagi. Sudah waktunya aku memiliki diriku lagi. Ya, punya mimpi sebenernya jadi momen buatku bahwa aku masih bisa berdaya dan punya anak gak menjadi penghalang. Jadi momen buatku memeluk diriku lagi. Setelah dua tahun ini aku curahkan semua untuk anakku saja. Aku belakangan. Walaupun sampai nantipun aku akan tetap belakangan, anak nomor satu. Tapi setidaknya, aku punya giliran itu. Bukannya, nanti deh (yang entah kapan).

            Satu mimpi sederhanaku, yaitu aku mau kembali masuk ke dunia menulis. Rasanya sudah hampir 2 tahun aku gak saling ngobrol ke dalam diriku, cuma saling sapa sebentar. Gak ada waktunya. Pun jika ada waktu luang lebih memilih me time dengan tidur atau nonton drakor agar bisa terhibur di tengah waktu mengurus anak. Hidup jadi ibu, penuh tantangan ya? Lelah, tapi seru. Kadang ngerasa gini-gini aja tapi ternyata wah banyak bangeeet naik turunnya.

            Jadi, aku mau mencoba merajut lagi mimpiku, yang benangnya udah sempat terurai setelah terbentuk. Meskipun gak mulai dari awal-awal banget, tapi memulai kembali sesuatu hal itu jelas butuh effort. Yang kusut harus diurai dulu, agar yang terurai bisa siap dibentuk lagi. Kalau kamu, apa mimpimu, bu? Gak perlu langsung wah dulu. Pelan-pelan aja. Mungkin, dimulai dengan ikut sebuah kursus sederhana? Atau apapun.

            Yang pasti itu akan butuh proses dan butuh pelukan serta dukungan hangat dari sekitar. Dan aku pengen jadi salah satu yang ngasih semangat itu juga. Semangat ya bu. Aku disini juga butuh teman yang bisa menyemangati. Kita pasti bisa ya, bu. Berbagi semangat dan cerita di kolom komentar yuk bu!