Menulis; Apa Saja.

on
4/29/2015

Pernah resah akan memulai menulis dengan kalimat apa?

Aku? Sering. Alih-alih mau mencipta kalimat pembuka yang indah, yang terjadi adalah memulainya dengan tanya. Tapi, dari sana semuanya mengalir. Apa yang sudah terangkai dalam pikiran, direfleksikan oleh jemari tangan hingga menjadi sebuah tulisan yang kamu baca sekarang.

"Menulis itu harus jujur."

Itulah kenapa, sering kali pembaca terhanyut dalam kalimat-kalimat yang disuguhkan penulis. Itu kejujuran yang sedang diungkapkan oleh seorang penulis dalam karyanya.

Ada yang ku salutkan dari seorang penulis fiksi yang mungkin lebih tepat disebut pengarang. Ia mampu memanipulasi rasa, namun lebih sering menumpahkan kejujurannya dalam bingkai cerita yang berbeda. Apik sekali.

"Kamu lebih suka menulis apa Saidah? Fiksi atau non fiksi?"

Sebenarnya setiap orang yang cinta menulis, mampu untuk menulis keduanya. Fiksi dan non-fiksi. Tapi, setiap orang punya kesukaan yang berbeda. Kalau aku lebih suka nulis fiksi.

Kenapa? Alasannya sederhana. Aku suka banget berkhayal. Hal wajib yang sering aku lakukan menjelang tidur. Hahaha

Dalam karya fiksi, kita bisa menjelma jadi siapapun yang kita mau. Siapapun! Like an actor.
Kita bisa membentuk tokoh yang ada dalam imajinasi kita. Terkadang kita bisa hidup dalam cerita dan menempatkan diri seolah tokoh yang kita cipta.
Itu menyenangkan!

Membuat cerita fiksi, terlebih membangun karakter tokoh serta suasana dalam cerita membutuhkan konsistensi. Terlebih membuat sebuah novel. Jangan sampai membuat pembaca kebosanan atau membuat pembaca membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerna apa yang ingin kita sampaikan. Dan aku masih terus belajar soal ini.

Tapi, akhir-akhir ini. Aku lagi kesulitan membuat cerita fiksi. Masih ingat pepatah yang mengatakan 'ala bisa karena biasa'. Itu sangat benar loh!

Beberapa bulan ini, aku sedang belajar menulis feature; catatan perjalanan tentang travelling dan kuliner. Kamu bisa baca artikel-artikelku disini.

Semua yang ditulis bukan fiktif, melainkan fakta. Awal menulis feature tentang travelling, aku sempat kesulitan. This is first time, aku menulis tentang travelling. Apalagi teman-temanku yang juga contributor di hellobogor.com adalah the real travel blogger. Aku? Memulai semuanya dari gak tahu harus mulai nulis darimana.

"Ah, cuma tinggal nulis tentang apa yang udah dialamin kok. Gampang!"

Sesungguhnya aku pernah berpikir demikian. Tapi nyatanya gak segampang itu, meski tidak terlalu sulit juga. Sebelum nulis tentang travelling, aku ikut kelas blogger tentang travel blogging dulu. Alhamdulillah dapat bekal sebelum memulai perjalanan. Sambil terus learning by doing.

Pointnya adalah ……

Gimana caranya menulis catatan perjalanan yang lugas dan informatif? Gimana caranya kita bisa misahin yang mana curhat colongan dan yang mana bercerita untuk kepentingan pembaca?

Beda banget kan sama tulisan fiksi? Tulisan feature menganut asas 5W+1H yang ada dalam tulisan jurnalistik. Ya iya jelas, feature kan termasuk jenis tulisan jurnalistik. Alhamdulillah, materi selama kuliah sangaaaat berguna.

Meskipun sedih karena lagi kesulitan membangun imajinasi. Tapi aku senang banget karena dipercaya dan diberi kesempatan menulis hal lain. Jadi, walaupun aku udah lama gak nulis fiksi; cerita pendek. Aku tetap menulis. Menulis apa saja. Aku gak kehilangan hal yang aku suka. Aku tetap menikmati. Karena ini adalah proses belajar yang menyenangkan. Kita memang harus menjadi seorang expert dalam satu bidang, bukan berarti kita mengabaikan hal yang lain kan?

Belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin di lakukan manusia.- Seno Gumira Ajidarma (Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara)

Salam,

Saidahumaira

Birthday Gift

on
4/27/2015
Halooo man temaaaaan…
Ih aku rindu nulis di blog sendiri. Rindu curhat hahahaha.


Beberapa bulan terakhir ini, aku lagi sibuk jalan-jalan hehe.
Ya gak jauh-jauh sih. Masih di daerah Bogor, pelosok Bogor sih lebih tepatnya. Nanti ya aku cerita soal jalan-jalannya. Sekarang aku lagi mau cerita tentang hari istimewa orang teristimewa…

Yippie, Selasa minggu lalu tepatnya tanggal 21 April, wanita paling istimewa dalam hidupku bertambah usia. She is my super duper mom. Wanita paling kece sejagad raya, wanita paling love-able yang ada di dunia ini. Sebagai anak pertama dan anak perempuan satu-satunya, aku udah grasak grusuk ngurusin surprise buat Mama. Pokoknya aku mau hari istimewa Mamaku ini berkesan. Segala detail aku persiapkan. Aku sharing sama adik-adikku tentang hal apa aja yang perlu disiapin.

Emang ya dasar laki-laki, maunya tau beres aja. Adikku ini paling bingung kalo disuruh milih hadiah buat Mama. Gak ngerti sih katanya, jadi urusan hadiah diserahin ke aku deh. Dan aku kelabakan banget. Soalnya aku memang lagi sibuk liputan jalan-jalan jadi gak punya waktu banyak untuk milah milih hadiah buat Mama. Sedih banget…

Tapi demi Mama, aku meluangkan waktu untuk pergi ke toko dan milah milih hadiah untuk Mama. Adik-adikku sepakat untuk beliin tas aja. Dan urusan tas mana yang akan dipilih, mereka serahkan ke aku yang mereka pikir paling tahu selera Mama. Sesungguhnya aku tersiksa sekali berada di antara rak-rak berisi tas yang rasanya mau dibawa pulang aja. Tapi sadar, uang hanya cukup untuk beli hadiah Mama. Maka, harus bersabar di tengah godaan belanja adalah ujian cukup berat bagi wanita. Hehehehe :D

Dua tas sudah terpilih. Tasnya kece banget, bikin yang milih pengin punya juga huhuhu. Sebenernya udah dari jauh-jauh hari aku ngintip di instagram, tas tas kece yang pas untuk hadiah Mamaku. Tapi aku gak nemu yang sesuai. Kadang ada yang sesuai selera Mama tapi harganya mahal bingits, ada yang harganya cukup tapi modelnya bukan 'Mama' banget.

Temenku telat banget deh ngasih taunya. Jadi ulang tahun Mamanya cuma beda beberapa hari dari ulang tahun Mamaku. Aku, grasak grusuk ngatur waktu dan masih harus ribet beli hadiah, temenku ini gak kerepotan sama sekali. Katanya dia beli hadiah ulang tahun untuk Mamanya di shopious.com 

Dia sering banget belanja di shopious.com . Model tasnya banyak, lucu-lucu, dan harganya juga terjangkau. Memudahkan kita banget deh pokoknya.

Dapet rekomendasi dari dia, aku langsung milah milih hadiah buat ulang tahun Papaku yang cuma beda beberapa minggu sama Mama. Aku dan adikku sepakat untuk kasih hadiah jam tangan. Kita cari-cari jam tangan yang sesuai. Adik-adikku juga bisa ikutan milih. Kita gak perlu rame-rame pergi, cukup dari depan layar komputer aja. Senengnya, di shopious.com ini ada filter untuk range harga yang kita mau, jadi bisa disesuain sama budget kita deh.

Duh, jadi gak sabar deh mau ngasih kejutan buat Papa. Sekarang aku gak kerepotan lagi pergi-pergi untuk nyari hadiah kece buat Mama Papa. Jadwal liputanku pun jadi gak terganggu. Alhamdulillah banget, seneng banget jadinya.

Kalau kita bisa memanfaatkan waktu dengan baik, kenapa harus buang-buang waktu?




Saidah

Mengapa? Dan Kenapa?

on
4/25/2015

Dania, gadis kecil berusia empat tahun tengah bermain bersama bonekanya di ruang keluarga. Dari kejauhan, ia menatap ibunya yang sedang menjemur pakaian di halaman rumah. Dania berlari memeluk ibunya, ia bosan.

"Ibu, aku bosan bermain boneka terus. Aku ingin yang lain, Bu."

Ibu menjeda aktivitasnya, ia berbalik arah menatap Dania. Dibelainya rambut si kecil yang mulai lebat.

"Dania mau main apa sayang? Mau main masak-masakan sama ibu?" Dania menggelengkan kepalanya.

"Gak mau. Dania juga bosan main masak-masakan. Kemarin kita sudah main itu,Bu."

Ibu tersenyum melihat tingkah gadis kecilnya. Dicubitnya kedua pipi Dania, gemas. Dania kini mulai pandai menjawab dan bertanya.

"Dania mau main apa dong? Mau main dokter-dokteran? Ibu jadi pasiennya ya?"
Seketika Dania menggeleng lagi.

"Gak mau, Bu. Dania juga bosan main dokter-dokteran. Memangnya ibu gak bosan?"

"Ibu gak pernah bosan main sama Dania"

"Kenapa ibu gak bosan? Kalau masak sama cuci baju, ibu bosan gak?"

Ibu tersenyum mendengar pertanyaan Dania, "Engga sayang. Ibu gak bosan. Itu kan sudah tugas Ibu. Main sama Dania, masak buat Dania sama ayah, cuci bajunya Dania sama ayah. Ibu gak bosan, ibu malah seneng bangeeeet."

"Tapi bu," raut wajah Dania terlihat berpikir. "Tapi, kenapa ibunya Silla gak seperti ibu. Yang masak dan cuci bajunya Silla itu Bibinya, bukan ibunya. Itu artinya ibunya Silla gak seneng ya bu?" Dania melanjutkan.

Ibu tersenyum, bingung. Ibu harus memilah milih kata yang baik agar mampu dimengerti dengan baik oleh Dania.

"Terus bu," Dania ingin melanjutkan ceritanya. "Dania kan pernah tanya sama Bibinya Silla, kenapa yang masak dan cuci bukan ibu Silla. Kata Bibi itu bukan tugas ibunya Silla, itu tugas Bibi. Jadi yang bener itu tugas ibu atau bibi, Bu? Dania bingung."

Ibu juga terlihat semakin bingung bagaimana ia harus menjelaskan pada Dania.

"Hmm, ibu boleh tanya sama Dania?"

"Boleh."

"Dania suka gak masakan ibu? Dania suka gak bajunya dicuciin sama ibu? Dania suka gak main sama ibu?"

"Suka dong Bu."

"Dania bosan gak kalau yang masakin ibu?"

"Hmm, kadang-kadang Dania mau makan di restoran sama ayah sama ibu."

Ibu tersenyum mendengar jawaban Dania, "Tapi Dania suka kan masakan ibu? Kenapa suka?"

"Soalnya masakan ibu enak. Dania suka.

"Alhamdulillah kalau Dania suka. Ibu jadi makin seneng dan semangat masak buat Dania."

"Tapi Bu?"

"Apa sayang?"

"Tapi kenapa bukan ibunya Silla tapi Bibinya, Bu?"

"Hmm, iya ya kenapa ya? Kita buat teka teki aja yuk? Dania mau main teka teki sama ibu?"

Dania mengangguk cepat.

"Oke. Kita main teka teki. Nanti hadiahnya ibu kita jalan-jalan. Dania mau?"

Dani mengangguk lagi.

"Sekarang, ibu lanjutin jemur baju dulu ya sayang? Dania main sama minnie mickey dulu ya."

"Iya bu." Dania mengecup kening ibu kemudian lari masuk ke dalam rumah, bermain dengan boneka kesayangannya.

Ibu semakin gelisah. Ia tidak ingin gagal menjawab pertanyaan Dania. Ia tidak ingin Dania seperti ia dulu. Tidak mendapat jawaban atas pertanyaannya dan terkunci dalam pemikiran yang keliru.
Ia masih ingat, dulu saat dirinya masih kecil, ia pun pernah bertanya pada ibunya tentang hal ini. Namun tidak pernah mendapat jawaban, mungkin dulu ibunya pun sama bingungnya dengan ia saat ini. Sambil terus menjemur pakaian, ibu kembali berpikir. Mengapa? Dan kenapa? Semoga ia segera bertemu jawabannya. 

Aku Merindukan Kamu Yang Dulu

on
4/09/2015
Sudah ku coba berkali-kali. 
Masih tak ingatkah kamu?
Perjalanan malam itu, tak ku sangka merubah segalanya di antara kita.
Jalanan basah selepas hujan, membuatmu hilang kendali.
Kita terperosok dalam jurang. 
Tidak berdaya beberapa hari.
Hingga dokter menyatakan sesuatu yang membuatku merasa sendiri.
Cedera yang terjadi di kepalamu, membuatmu kehilangan sebagian ingatanmu.
Amnesia! Kamu amnesia.
Dan sialnya, kamu tak ingat siapa aku.
Wanita yang baru dua tahun ada dalam hidupmu.
Tidak seperti dia.
Wanita yang selalu kamu ingat dan kamu caei setiap kamu membuka mata.
Dia, wanita yang lebih dulu kamu cintai sebelum aku.
Dia, wanita yang pernah menemani hari-harimu selama sewindu.
Dia, yang kamu pikir adalah calon istrimu.

Apa lagi yang harus ku lakukan?
Apa lagi?
Sulitkah mengingatku. Sulit? Ku rasa sulit 
Kenanganmu bersama dia jauh lebih membekas dari kebersamaanmu denganku.
Aku menyerah.
Pada hujan yang jatuh di depan jendela kamar rumah sakit ini, ku sampaikan sesuatu.
Tentang hujan dan kenangan kita. 
Tentang hujan yang memisahkan kita.
Dan ku harap hujan pun mampu kembali mempersatukan kita.
"Titik-titik air yang mengendap dalam jendela, membingkai wajahmu yang ku rindu."
Semoga kamu ingat rayuan itu.
Rayuanmu yang kini membuat hujan di hatiku.

Aku merindukan kamu yang dulu.


Saidah


Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf apabila ada kesamaan cerita dan tokoh.

Sepucuk Surat dalam Botol

on
4/05/2015
Hai kamu.
Aku disini.
Masih memandangi riak-riak air yang menghantam bibir pantai dengan manis.
Hai kamu.
Aku disini.
Di atas ribuan butir pasir merah muda yang indahnya tak hanya terasa mata.
Hai kamu.
Tahukah benda apa yang sedang ku genggam?
Ini surat. Khusus untukmu yang sedang berjalan pulang ke arahku.
Mungkin di sekitarmu, kau temukan rumah singgah yang menyamankanmu.
Hingga membuatmu rehat sejenak dari perjalananmu.
Boleh saja, tapi ku mohon jangan lama-lama.
Tak rindukah kamu pada orang yang tak pernah lelah menunggumu?
Tak rindukah kamu pada orang yang senantiasa menyebut namamu berharap temu?
Iya. Itu aku.

Hai kamu.
Jika di dekatmu ada pantai, ku harap sepucuk surat dalam botol ini sampai di antara langkahmu.
Bacalah, kamu akan mengerti mengapa kamu harus segera pulang.




Saidah

Jika Aku Jadi Presiden

on
4/01/2015
Aku tidak tahu harus bicara apa tentang Pak Presiden. Tidak tahu harus menilainya bagaimana. Yang ku lihat saat ini semuanya abu-abu. Hitam putih bercampur jadi satu, seperti benar salah yang masih ambigu. Benar 
bisa dipersalahkan. Salah bisa seolah-olah benar.

Banyak mahasiswa yang bersorak menuntut keadilan, meminta pertanggungjawaban atas nama rakyat yang didegung-degungkan. Aku pernah menjadi bagian dari mahasiswa itu. Berkumpul sesama mahasiswa dari universitas lain seluruh Indonesia. Lalu kami menyuarakan aspirasi kami, berjalan jarak jauh tanpa rusuh, hingga kami sampai di istana orang nomer satu di negeri ini. Disana kami berdiri di bawah terik matahari, dijaga ratusan polisi yang mungkin jumlahnya lebih banyak dari kami. Sungguh kami tidak ingin anarki, kami hanya ingin Pak Presiden bisa menemui kami dan 'mendengarkan' kami. Tapi sia-sia, kami hanya bicara pada gedung putih gagah perkasa dan disoraki pengguna jalan yang sebenarnya kami bela.

Lain lagi cerita kakekku. Beliau telah hidup sejak zaman penjajahan dulu. Beliau pernah ikut angkat senjata demi membela tanah air tercinta. Perjuangan itu terbayar ketika Soekarno Hatta memproklamirkan kata Merdeka. Beliau bercerita betapa menjadi seorang Presiden itu tidak mudah. Sebelum memutuskan suatu kebijakan, banyak jiwa yang jadi pertimbangan. Jiwa-jiwa rakyatnya yang mendamba hidup aman dan sejahtera. Sekali lagi, menjadi Presiden itu tidak mudah. Tidak seperti bayangan manusia awam yang melihat pemimpin sebagai pemegang kuasa dan penikmat gaji luar biasa. Lebih dari itu, yang sering kita lupa bahwa presiden juga manusia.

Kalau aku jadi presiden? Aku tidak pernah membayangkan jadi presiden dan tidak pernah bercita-cita menjadi presiden. Bentuk cinta kepada negara tak melulu berada dalam satu barisan pemerintahan. Tak melulu menjadi dewan. Tak melulu berseragam badan legislatif, yudikatif, atau eksekutif. Aku bisa menjadi diriku paling baik, menjalani profesiku dengan bahagia, membantu sesama karena memang tugas seorang manusia.

Tapi jika seandainya aku jadi presiden? Baiklah jika seandainya aku jadi presiden, aku akan memperbaiki sistem pendidikan, terutama pendidikan agama. Sebuah pendidikan dasar yang wajib ditanamkan dalam diri setiap manusia hingga batas usia. Meletakkan nama Tuhan di atas segala, meletakkan nama Tuhan di tempat paling atas dari setiap prioritasnya. Meletakkan nama Tuhan dalam hati dan jiwanya. Bukankah kemerdekaan negara ini atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa? Dan itu tercantum dalam pembukaan UUD 1945.




Saidah
31.03.2015
Bogor.