Pesawat Terbang

on
3/30/2016

Tidak ada batas antara,
kamu dan impianmu.
Melangkah saja.
Terbanglah sejauh mungkin.
Aku tidak ingin menjadi dinding,
yang menghantui jejakmu berkelana.
Mengembaralah sesukamu.
Ciptakan mimpi-mimpimu.
Jelajahi mana saja yang ingin kamu tuju.
Sungguh aku tak cemas.
Sebab, setiap pesawat terbang
akan selalu mendarat untuk pulang.
Dan aku yakin, kamu tahu.
Kemana harus mendarat pulang.
Ke aku.


Saidah

Pesantren Impian

on
3/19/2016


Sebuah pembunuhan terjadi di pesantren. Bukan hanya sekali. Namun lima kali. Mulai dari kematian Ina di toilet, Butet yang ditemukan tak bernyawa di dalam koper milik Sri, Yanti yang tiba-tiba menghilang dan ditemukan tewas di sebuah sudut pemakaman pesantren, hingga kematian Gus, sang pendiri pesantren impian, di kamarnya.

Tidak seperti novel-novel sebelumnya yang mengangkat cerita tentang perempuan, cinta, dan poligami. Kali ini, novel bunda Asma yang diangkat ke layar lebar lebih mengedepankan sisi misteri. Awal cerita yang menegangkan, disusul beragam konflik yang membuat penonton berspekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi dan siapakah penyebab kekacauan semua ini?

Pesantren Impian, begitulah nama tempat yang terletak di sebuah pulau yang jauh dari keramaian. Pesantren impian bukanlah pesantren biasa, melainkan tempat orang-orang bermasalah untuk dibina dan mendapatkan kesempatan hidup kedua. Beragam latar belakang kejahatan atau kisah kelam santri ada di pesantren itu, mulai dari seorang pelacur online, pembunuh, pengguna narkoba dan korban pemerkosaan.


Rabu (16/03) giliran Cinema 21 Bogor Trade Mall (BTM) yang mendapat kesempatan untuk nonton bareng Pesantren Impian bersama bunda Asma Nadia, Dinda Kanya Dewi, dan Sita Nursanti. Antusiasme masyarakat cukup besar, sebab film ini memiliki daya tarik tersendiri. Film tentang pembunuhan, namun tetap tak lepas dari nilai-nilai kebaikan.

            Film ini diawali dengan terbunuhnya seorang laki-laki di sebuah kamar hotel. Meninggalkan jejak-jejak misteri yang siap diungkap oleh seorang polwan bernama Dewi. Ia menyelidiki kasus ini dan yakin mampu mengungkapnya dalam hitungan hari, dua hari. Pesantren Impian adalah tujuannya. Sebab, seseorang yang ia duga sebagai tersangka kasus pembunuhan hotel di Jakarta diketahui menjadi salah satu santri di Pesantren Impian. Ia pun akhirnya pergi ke Pesantren Impian dengan mengganti identitasnya menjadi, Enie.

            Suasana mencekam terbangun dari awal film ini dimulai. Ritmenya kian bertambah ketika terjadi pembunuhan demi pembunuhan di pesantren. Meski, orang-orang yang dicurigai sebagai tersangka pembunuhan telah ditahan, pembunuhan tetap terjadi. Klimaksnya adalah ketika ustadzah Hanum ditemukan oleh Enie telah meninggal dunia dan terbungkus kain kafan di kamarnya. Di titik ini, Enie merasa sangat gagal menjadi seorang polisi.

            Ia sempat frustasi untuk mengungkap siapa pelaku kejahatan sebenarnya dan apa motifnya? Lalu, prediksinya mengarah kepada Umar, penasihat Gus, sang pendiri pesantren, karena korban pembunuhan meninggal dunia setelah bertemu Umar. Hingga Enie mengetahui satu kebenaran yang tersembunyi bahwa pendiri pesantren yang sebenarnya adalah Umar. Dan itu semua berkaitan dengan masa lalu Umar dan perempuan bernama Jane.

            Saya belum pernah membaca Pesantren Impian versi novelnya. Hingga saya tidak mengkomparasi apa yang saya tonton dengan apa yang saya baca. Dan untuk ukuran seseorang yang belum membaca novelnya, saya cukup menikmati film Pesantren Impian hingga selesai. Dan saya berharap, ada sekuel kedua dari film ini.

Kenapa? Karena saya merasa adanya misteri yang belum benar-benar terungkap dari film ini yang menggantungkan tanya di benak saya. Dan saya merasa film ini memang belum mencapai akhir cerita.

Saya menjadi salah satu orang beruntung yang memiliki kesempatan mewawancarai bunda Asma secara langsung. Kami berbicara cukup banyak. Dan disini saya ingin menceritakan tentang film Pesantren Impian dan juga kisah dibaliknya.

            Meski dihantam film Comic 8 Casino Kings Part 2 dan Kungfu Panda, bunda Asma tetap bersyukur sebab Pesantren Impian masih bertahan di kamis ketiga setelah pemutaran perdananya awal maret lalu. Baginya, hal itu menunjukan apresiasi penikmat film terhadap film-film religi tanah air. Bahwa ternyata masih banyak penonton yang bijak memilih film yang tak hanya menyajikan sebuah tontonan yang menghibur namun juga tontonan yang menebar kebaikan dan nilai.

            Bagi bunda Asma, film bukan sekedar barang dagangan. Amat sangat disayangkan sekali jika film hanya dijadikan semata-mata untuk mengeruk keuntungan. Sebagai seorang penulis novel yang karyanya diangkat ke layar lebar, bunda Asma cukup berperan dalam film-film adaptasi novelnya. Mulai dari melihat sejauh mana perubahan yang terjadi pada skenario, mengawal proses shooting, memberi masukan saat editing, hingga sampai promosi filmnya.

            “Film bisa menjadi jembatan hidayah dan media syiar. Kalau dakwah di masjid, orang-orang yang datang ke masjid adalah orang-orang yang di dalam dirinya sudah memiliki gerakan. Tetapi dalam film, siapapun bisa menonton. Yang tidak hanya disuguhkan hiburan, namun juga nilai-nilai kebaikan.”


            Dalam film ini, meski genrenya adalah thriller. Nilai-nilai kebaikan islam tetap terlihat dan terasa. Seperti dialog-dialog antara ustadzah Hanum dan Enie yang membuat saya merenung. Tentang tugas dan rasa rindu. Sejatinya, sekalipun mendapat penyerangan teror dalam bentuk nyata, pesantren sebagai rumah kebaikan tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Tidak terganggu dengan hal-hal tersebut meski ketakutan itu ada. Menjadi tempat bagi pribadi-pribadi yang ingin hijrah untuk mendapat kesempatan baru dalam hidup.




ENI
Pesantren impian, tempat yang membuatnya sadar, dia membutuhkan Tuhan!
INONG
Allah, tak bolehkah sang pendosa mencari pengampunan? Kesalahan teramat banyak untuk dihitung.