Rahasia Hati

on
1/29/2015

"Menangislah Siti!!" sepasang mata itu terus menatap Siti yang terduduk di sudut ruangan.

Siti semakin terisak, sesekali ia memberontak. Sesekali ia berteriak, memaki lelaki botak yang sedari tadi menatap dingin ke arahnya.

Lelaki botak itu, Duta. Teman terbaik yang telah menjadi bagian dari hidup Siti lebih dari seratus bulan. Duta, yang diam-diam menyimpan rasa pada Siti selama bertahun-tahun. Entah pura-pura tak tahu atau benar lugu, segala perhatian dan cinta yang tersirat di balik laku Duta tak bernilai di mata Siti. Bahkan Siti terkesan mencampakan Duta setelah lelaki botak itu memberanikan diri menyatakan perasaannya.

"Kenapa lo lakuin ini Duta? Gue ini sahabat lo. Sampai kapan pun kita tetap sahabat."
Duta tersenyum sinis. Mata bulatnya menyipit. Ia berjalan dengan angkuh, menghampiri Siti yang masih diam di posisinya.

"Sahabat? Siapa sahabat? Lo tuh BODOH ATAU LUGU?!"
Seketika suasana menegang. Hari ini, Duta berbeda dari yang selama ini Siti kenal. Di ruang gelap dan pengap itu persahabatan mereka seakan menguap, tak berarti apapun. Terlebih di mata Duta. Rasa kecewa itu membuat ia gelap hati, menjadikannya sosok penuh ambisi. Meraih apapun meski dengan jalan keji.

"Kenapa lo gak sadar juga kalo gue cinta sama lo?! Kenapa ?!"

"Lo sahabat gue. Dan gue gak mau persahabatan kita ancur, Ta."

"Hati gue yang ancur, jalang!" Duta tertawa remeh.

Siti menunduk. Air matanya kembali jatuh. Kalimat yang baru saja ia dengar begitu menyayat hatinya, lebih dari diperlakukan bak tahanan seperti saat ini.

"Liat gue! Liat gue!" tangan kanan Duta memegang wajah Siti, memaksa Siti melihat ke arahnya.
Berkali-kali Duta memaksa Siti untuk melihat ke arahnya, berkali-kali pula Siti mengalihkan wajahnya.

"Lo gak tau kan gimana rasanya saat silih berganti lo ngenalin banyak laki-laki ke gue? Lo gak tau gimana rasa sakitnya? Lo gak tau kan?!"

Duta semakin mengeraskan bicaranya membuat Siti semakin merasa takut dan terancam. Sedetik kemudian, Duta melayangkan tinjunya pada dinding tepat di samping Siti. Siti tersentak, kaget. Seketika, Siti memeluk Duta yang sedang membabi buta.

Keduanya diam. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir keduanya. Dada mereka saling bertemu dalam dekap. Duta bisa merasakan denyut hati Siti, begitupun Siti. Mereka saling membaca arti dari setiap detak dan hembusan nafas. Perlahan, Duta membalas pelukan Siti dan mendekapnya begitu erat. Hingga dada Duta basah karena air mata Siti. Mereka sedang menyelami hati. Perlahan Duta mampu membaca tentang perasaan tersembunyi yang tak pernah diungkapkan Siti. Perasaan yang meluluhkan amarah Duta. Meredam laku kesetanan yang tak seharusnya.


Cerita ini sedang diikutkan giveaway www.doddyrakhmat.com

Saidah

Sebab, Kita Hamba

on
1/28/2015

Begitu sederhana namun terlihat perkasa. Rela berjalan di pagi buta, tengah hari, atau di waktu istirahat setelah lelah bekerja. Jam sibuk tak dijadikannya alasan untuk menunda. Sebab ia paham betul bahwa sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah swt.


Yang dikagumi dari sosoknya, bukan pada penampilannya yang agamis. Namun pada pribadinya yang selalu merasa bodoh dan haus ilmu. Hingga terpancar cahaya hati yang meneduhkan. Bicaranya selalu terjaga, tentang yang patut dan tak patut disampaikan. Pergaulannya pun merata, bukan mengakrabi secuil golongan yang terlihat seirama. Ia merangkul semua. Memetik pelajaran baik, memperbaiki yang keliru, menepis bisikan sesat. Sebab ia sadar bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat bagi orang lain.

Ia tak sempurna. Dibalik kharismanya, tersimpan cacat cela serta aib karena perjalanan hidupnya. Setiap waktu, senantiasa ia perbaiki langkahnya yang kadang tak lurus. Ia perbaiki tingkahnya yang kadang tak bagus. Ia perbaiki ibadahnya yang masih minus. Semata hanya mengharapkan ridho Illahi atasnya, bukan pada penilaian manusia.

Sebab kita hamba, maka bersikaplah selayaknya hamba.



Saidah

Ku mohon jangan keluar rumah!

Cerita ini terinspirasi dari gambar di bawah ini. Gambar yang diberikan admin www.oneweekonepaper.com di grup whatsapp.


Diam. Hentikan langkah kakimu.
Cukupkan disini. Jangan tanya kenapa aku lakukan ini. Aku hanya tak ingin kamu tersakiti.
Ku bilang jangan beranjak. Jangan angkuhkan egomu. Redam semua hasratmu tentang kilau dunia. Ini bukan tempatmu. 
Ku mohon dengarkan aku. Sulitkah bagimu untuk diam saja disini? Jangan takut kesepian, aku temanimu. 
Akan ku beri semua pintamu. Kecuali yang satu itu.
Diam, diam. Jangan menangis seperti itu. Jangan meneriaki aku. Aku hanya terlalu takut. Bisakah kamu mengerti? Dewi, tak sadarkah kamu bahwa pesonamu membuat seluruh dunia cemburu. Mereka ingin mengenyahkanmu. Lupakah kamu dengan dongeng putri tidur? Yang diasingkan ke hutan karena cantiknya kalahkan Ratu? Tak takutkah dirimu bernasib sama? Tak takutkah?
Setiap hari, ribuan pasang mata mengintaimu. Mencari celah lengahmu. Mencoba menikammu. Masihkah kamu ingin berpura-pura tak menyadari itu? Masihkah kamu bersikap semua baik-baik saja? Masihkah kamu akan anggap semua ancaman itu hanya canda?
Dewi, mengapa kamu begitu acuh. Tak bisakah mata hatimu melihatku? Aku yang selalu berusaha menjagamu, menjauhkanmu dari rangkaian celaka itu. 
Dewi, mengapa masih ingin kamu cari lelaki sempurna yang jelas ilusi semata? Mengapa tak menemukanku yang jelas nyata dan ada.
Dewi, ku mohon jangan keluar rumah!




Saidah

Dia yang Seharusnya Tak Terlihat dan Tidak Boleh Disebutkan Namanya

on
1/19/2015

Met malem, bloggers!

Semoga gak pada bosen ya mampir kesini lagi.

Hari ini mau nulis sesuatu yang agak beda, yang belum pernah diceritain di blog ini. Sebenernya sih beberapa menit yang lalu gue lagi nulis tentang 'menjaga hati', soalnya lagi kangen banget sama seseorang tapi gak bisa bilang kalo lagi kangen. Hiks hiks.. Supaya tambah menjiwai rasa rindu yang melanda hati, gue udah pasang headset dengerin lagu melow. Udah tinggal nangis deh tuh. 

Tapiiiiii .....

Mendadak rasa melow gue ilang karena suatu kejadian yang awalnya gue anggap bukan apa-apa tapi ternyata apa-apa, eits malah jadi siapa-siapa.


So, gue mohon izin cerita tentang sesuatu yang tak terlihat oleh mata kita, tapi dia ada. Dia di sekitar kita bahkan mungkin dia ada persis di sebelah kita. Ngeri ya. Ini aja gue nulisnya di kamar nyokap gue yang lampunya terang bingits sampe bikin silau mata. Ya seengaknya, suasanya gak horor.

Oke, jadi gini. Pas di saat gue nulis tentang yang tadi gue bilang, sambil make headset dengerin lagu, plu sambil main sama anak kucing gue. Tiba-tiba, sekilas gue ngeliat ada orang lari, cepet banget. Dari arah dalem rumah ke luar rumah, posisi gue saat itu duduk di ruang tamu. Gue sih cuek aja, gue pikir itu adik bungsu gue yang mau ikut adik pertama gue jemput Papa. Gak aneh kok. Si bungsu emang suka minta ikut kalo kakaknya jalan keluar rumah. Dan gue masih anggap itu bukan apa-apa. Sampai akhirnya, Mama nyuruh gue bikin kopi buat Papa. Gue lepas headset dan melaksanakan apa yang Mama suruh. Terus, Mama nanya "teh, Fikri kemana?" dan dengan entengnya gue bilang "ikut Adin jemput Papa, Ma". Dan Mama gak percaya sama jawaban gue, karena seinget Mama si Fikri naik ke atas dan Mama belum liat Fikri turun. Gue malah yang jadi bingung, terus gue bilang kalo tadi gue liat ada orang lari ke depan, yang gue anggap itu Fikri (di rumah cuma ada lima orang yang tinggal, Mama Papa, Adin, Fikri, dan gue. Kalau Adin jemput Papa. Otomatis yang lewat itu harusnya Fikri). Dan Mama pun manggil Fikri ke atas dan ternyata Fikri nyaut. Gue langsung bengong, terus yang lewat tadi siapa dong?

Oke, gue berusaha untuk gak mikir yang aneh dulu, gue tanyalah Fikri "dek, tadi kamu keluar bukan?" dan Fikri jawab "aku dari tadi di atas main sama gemblong (gemblong, kucing gue)". Maka fix-lah bahwa yang gue liat itu adalah dia yang tak bisa disebutkan namanya.


Sebenernya bukan baru hari ini aja sih, gue melihat sesuatu yang seharusnya tak terlihat itu. Gue percaya sesuatu yang ghaib, sebab Allah dan para malaikat pun ghaib alias tak terlihat. Begitupun gue percaya adanya jin, iblis, dan syaiton. Iya gue cukup percaya bahwa mereka ada, dan gak mau lebih dari itu. Tapi, Allah ngasih gue 'rejeki' dengan beberapa kali melihat dia yang tak bisa disebutkan namanya. Dari mulai sekedar sekelebatan, bayangan, sampe wujudnya. Dan saat gue melihat itu gue dalam keadaan kalo yang gak fokus berarti capek banget. Karena berkali-kali dalam keadaan sadar dan fokus banget gue mencoba 'menantang' dia yang tak boleh disebutkan namanya untuk nonggol, tapi gue gak pernah lihat. Justru saat gue capek secapek-capeknya atau lagi melengos, gue melihat dia yang tak boleh disebutkan namanya.

Gue lupa-lupa inget kapan pertama kali gue melihat sesuatu yang seharusnya tak terlihat itu. Kalau gue gak salah inget, waktu itu gue masih agak kecil sekitar umur SMP. Gue melihat sesosok anak kecil, pendek, item, dan hanya memakai boxer lewat dengan kilatnya di depan gue. Aseli, gue bingung dan bengong. Akhirnya gue bilang ke Mama yang saat itu kita emang lagi ngumpul di rumah embah di daerah Ciampea, Bogor. Dan FYI aja, rumah embah gue bersebelahan dengan areal pemakaman keluarga. Oke balik lagi, pas gue bilang ke Mama, Mama langsung bilang ke kakak tertuanya yang emang bisa melihat yang tak terlihat itu. Dan bener dong, uwa gue membenarkan apa yang gue lihat. Itu bukan halusinasi gue, tapi gue beneran melihat dia yang tak terlihat. Langsung gue takut, ada apa nih kok gue bisa melihat sesuatu yang harusnya tak terlihat itu. Dan semenjak saat itu, gue jadi sering melihat dia yang tak terlihat. Tapi tetap hanya di dua kondisi; kalo lagi gak fokus dan kalo lagi capek banget.

Tapi, di antara semua yang pernah gue lihat. Gue justru lebih 'ngeri' sama yang gak memperlihatkan bentuknya tapiiii dia ngusilin dengan cara yang lain. Contohnya di mimpi yang seakan begitu nyata. Yang gue rasa kalian semua udah pada tahu bahkan mungkin ngalamin yang namanya arep-arep alias ketindihan. Dari segi ilmiah hal itu biasa disebut sleep paralyzed atau kelumpuhan organ tubuh waktu tidur. Ibaratnya otak dan jiwa udah mau bangun tapi tubuh belum siap (dari yang gue baca seperti itu).

Tapi pernah kah kamu bermimpi melihat dirimu sendiri sedang terbaring dengan posisi persis sama saat kamu akan tidur? Semacam 'ruh' yang melihat ke jasadnya? Pernahkah? Dan gue pernah. Meski sampe sekarang gue gak tau itu apa namanya. Dan di akhir mimpi, lagi-lagi gue harus bertemu dengan sosok astral yang mencoba menahan gue (bukan nindihin) untuk tetap disana (alam mimpi). Dan anehnya di saat dia menahan gue untuk gak pergi, di saat itu pula gue sadar itu cuma mimpi, dan gue sekuat tenaga berusaha untuk bangun. Tapi yang ada, gue seperti bangun dari tidur yang ternyata tidur itu pun masih di alam mimpi. Hufffff ....

Dan pernah gue sampe takut banget buat pejamin mata, takut banget buat tidur. Karena setiap gue tidur, gue selalu 'ditahan' untuk tetap di alam mimpi. Di saat gue berhasil bangun dan gue tidur lagi, mimpi yang sama terulang. Gue berkali-kali mengalami 'kelumpuhan saat tidur' dengan latar mimpi yang mengerikan. Ngeri ya bukan seram. Ngeri karena gue takut gak bisa balik lagi ke alam nyata.

Hhh.... Intinya sesuatu yang pernah gue alamin pasti ada hikmahnya. Karena setelah gue inget-inget, selalu aja setelah gue bangun dari mimpi itu gak lama terdengar suara adzan. Dan gue ambil positifnya bahwa jangan sampe gue ketinggalan waktu sholat karena kenyenyakan tidur. Apapun yang gue alamin, gue gak ngerti banyak. Gue cukup percaya bahwa dia yang tidak boleh disebutkan namanya itu ada, meski tak nyata. Selalu dan selalu baca doa di saat apapun. Selalu dan selalu minta pertolongan Allah apapun yang terjadi.

Ps: gue nulis ini yang pasti di saat dalam keadaan tidak takut, tidak capek, dan masih fokus. Karena ngeri juga ya kalau gue lagi takut, lagi capek, bahkan lagi gak fokus. Jangan sampe deh kelar ngepost tiba-tiba .... Udah lah gak usah dilanjutin.
Met malem.




Saidah

S.U.K.U

on
1/18/2015


Jumat Sore, di akhir tahun 2000
Hujan mengguyur sudut kota dengan derasnya.
Seorang perempuan muda berkemeja hijau tosca dan rok hitam selutut tergesa-gesa mendatangi perempatan jalan sambil memayungi dirinya dengan tas wanitanya. Badannya sudah setengah kuyup. Setengah berlari menuju becak yang ada di tepi jalan di dekat Bank dimana ia bekerja.
Mas, tolong antarkan saya ke jalan S. Parman ujarnya sambil membuka penutup becak yang terbuat dari plastik tebal transparan tersebut. Pemuda paruh baya berkulit sawo matang nampak sedikit terkejut dengan kehadiran perempuan yang tiba-tiba membuka penutup becak. Ia yang awalnya sedang berteduh terhindar dari hujan setelah seharian berkeliling mengantarkan penumpang, sedikit melengos harus mengayuh pedal di kondisi hujan deras tersebut.
Dengan sigap pemuda itu keluar dari becak dan mempersilahkan perempuan berkulit putih itu bergegas masuk, memasang penutup plastik agar air hujan tidak masuk membasahi penumpang. Ditengah derasnya hujan , pemuda itu terus mengayuh. Hanya topi yang menutupi bagian kepalanya, sisanya dipasrahkan basah begitu saja. Matanya mengerjap-ngerjap berusaha menghalau air hujan yang terkena ke matanya. Mengusapnya, kemudian berpegangan pada kendali becak.
Hujan semakin deras
Masih sekitar satu kilometer lagi dari tujuan si perempuan. Perempuan tidak banyak berbicara. Biasanya ia sering mengajak tukang becak mengobrol selama perjalanan, tapi kali ini ia memilih diam. Enggan melawan suara hujan.
Tak berapa lama, Pemuda itu merasa ada yang aneh dengan becak yang sedang dikayuhnya, Ia berhenti sebentar untuk mengecek kondisi becak. Ternyata ban depan sebelah kiri kempes, apabila diteruskan akan sedikit beresiko. Bisa saja becak lepas kendali, apalagi dengan kondisi jalan yang saat itu sedang licin.
Tidak mungkin dia tega menurunkan penumpang ditengah derasnya hujan, saat itu ia lupa membawa pompa tangan biasa untuk berjaga-jaga apabila ban mendadak kempes. Akhirnya, pemuda tersebut melanjutkan perjalanan becak dengan cara mendorongnya.
Si perempuan yang awalnya diam saja, mendadak iba melihat pemuda yang sedang mendorong becak di belakangnya itu. Ia hendak bertanya mengapa harus didorong, tapi sudah mendapat jawabannya setelah ia merasakan kejanggalan dengan jalannya becak yang timpang sebelah.
Perempuan tersebut memberhentikan jalan becak dengan kode memukul atap becak. Tibalah mereka di depan sebuah rumah berwarna kuning gading dengan pintu dan jendela di cat putih. Ada teras dan halaman yang tidak lebar di depan rumah tersebut.
Bergegas perempuan tersebut berlari menuju rumah, berteduh, Mengeluarkan selembar uang lima ribuan.
Pemuda itu bergegas menyusul dan mengambil uang yang ada di tangan perempuan itu. Tampak sekilas oleh pemuda itu, terpampang nama yang begitu singkat tertera di kemeja yang perempuan tersebut kenakan. Tinduh.
Nama mas siapa! teriak Tinduh ingin tahu, volume suaranya bersaing dengan gemuruh hujan.
Pemuda itu berlari kembali, mengayuh becak. Tidak mendengar begitu jelas apa yang diteriakkan oleh Tinduh, hanya bisa melihat sebuah senyuman di antara hujan. Senyuman yang tidak pernah ia lupakan sampai kapanpun.
Itulah pertemuan pertama Tinduh dengan si laki laki berkulit sawo matang

Awal tahun 2001, di sebuah pasar tradisional tengah kota.
Tinduh berbusana santai seraya membawa kantung belanjaannya begitu kewalahan saat berjalan-jalan. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara lonceng berkali-kali. Belum sempat Tinduh berbalik, sudah mendapati sebuah becak yang berjalan tak memperlihatkan tanda berhenti di depannya.
Mendadak gelap.
Maaf saya tidak sengaja Bu, remnya mendadak blong
Masih tidak begitu jelas bagi Tinduh untuk mengenali sesosok penuda yang duduk di hadapannya. Tampak sedang minta maaf bercampur panik. Orang-orang sudah ramai berkerumun di sekeliling mereka.
Tinduh mendapati betis kirinya yang membiru ditabrak becak. Orang orang sekitar memberikan pertolongan seadanya. Sesaat Tinduh kembali berdiri sedikit tertatih, berjalan menghampiri bangku panjang di tepi ruko.

Tinduhmasih sedikit shock dan tidak terlalu banyak
Hanya berkata,
Tolong bawa becaknya hati hati dong
Sekali lagi pemuda itu meminta maaf sambil panik.
Saya minta ganti rugi kalau seperti ini , keluh Tinduh tak menatap betul siapa yang sudah menabrak dirinya
Aduh saya tidak punya uang banyak bu. Bagaimana sebagai permintaan maaf, saya gratiskan naik becak saya kapanpun dan dimanapun Ibu mau
Seketika, Tinduh menoleh mendengar tawaran tersebut. Dan alangkah terkejutnya Tinduh saat melihat pemuda di hadapannya tersebut adalah Si Pemuda berkulit sawo matang yang mengantarkanna ke rumah dua minggu lalu
Tidak-tidak saya tidak mau, saya harus tetap membayar kamu. Oh iya saat itu saya berteriak bertanya siapa nama Mas tapi tidak di jawab Mendadak menjawab dengan intonasi berbeda. Seakan tidak mau menyusahkan sang lawan bicara
Maaf bu, sekali lagi saya minta maaf. Nama saya Majid panjangnya Dul Majid balasnya seraya meremas jarinya sendiri. Hendak bersalaman tapi tidak dalam kondisi yang tepat.
Dan satu lagi, mas tidak usah memanggil saya Ibu. Cukup Tinduh saja, dan saya memanggil mas dengan nama Majid. Tidak keberatan tanya Tinduh sambil menatap Majid
Majid menggeleng tidak apa apa. Tak membalas tatapan Tinduh dan segera berdiri membantu Tinduh.
Kali ini ia tidak mengantarkan si perempuan dengan senyuman yang menggelayut dipikirannya selama ini. Ia memanggil teman satu profesinya sesama tukang becak untuk mengantarkan. Sementara ia harus berkutat dengan becaknya yang sudah mencelakakan orang tersebut. Orang yang dirindukan dalam diam.

Awal Februari 2001
Matahari kian meninggi, Majid sengaja menunggu agak lama di depan kantor Bank biasa dia beristirahat. Hari ini hanya tiga penumpang yang dia antarkan, selebihnya ia habiskan waktu hampir menjelang sore untuk menunggui Tinduh pulang kerja.
Dari kejauhan sudah tampak perempuan berkemeja putih dengan celana panjang hitam berlari kecil menuruni anak tangga depan kantor Bank milik negara tersebut. Majid spontan melambaikan tangan ke arah Tinduh. Perempuan itu tersenyum dua jari, menunjukkan susunan gigi putihnya yang rapi. Senyum yang disukai Majid, Tukang Becak kemarin sore.
Selamat sore Bu, eh, Tinduh Majid menyapa gelagapan
Sore bang Majid sapa Tinduh santai
Majid agak sedikit canggung dipanggil Bang oleh Tinduh,
Mau diantar kemana hari ini. Langsung pulang?
Tinduh menggeleng, Antar saya ke Taman Kota seraya masuk ke dalam becak
Siap kemudian becak berjalan pelan.
5 menit kemudian
Mereka sudah sampai di taman kota.
Taman kota itu cukup besar, banyak pedagang kaki lima yang berjualan di tiap sisinya. Bentuk taman tersebut persegi empat, di dalamnya ada wahana bermain anak-anak, panggung, dan Menara yang dibawahnya ada relief tentang perjuangan kemerdekaan Negara Indonesia. Di sisi baratnya ada lapangan basket yang ramai oleh anak muda. Di sisi selatannya, terdapat toilet umum dan pos polisi. Di dekat pos polisi tersebut ada patung polisi dengan seragam lengkap berdiri tegak dengan sikap istirahat. Biasanya anak anak sering berfoto dengan patung polisi tersebut, semacam ada kebanggaan di dalamnya.
Tinduh meminta untuk mengitari taman kota tersebut satu kali putaran, kemudian Tinduh mengajaknya untuk memarkirkan becak di sisi selatan taman. Dan mengajak Majid isitrahat sejenak di bangku taman yang  disediakan dengan atapnya agar pengunjung tidak kepanasan atau basah ketika hujan.
Tinduh membuka percakapan,
Sudah berapa lama Bang Majid kerja di kota ini
Ehm, baru satu tahun. Saya merantau dari jawa, lebih tepatnya dari Madura
Semburat jingga menghias langit kota sore itu. Tak banyak yang berkunjung ke taman, karena tidak sedang akhir pekan. Hanya beberapa anak kecil berlarian bersama sang ayah di halaman rumput yang terhampar di depan Tinduh dan Majid yang sedang berbicara.
Saya juga merantau, dari pelosok kalimantan ini. Saya keturunan dayak banjar
:Ayah saya Dayak, mamah saya banjar sambung Tinduh
Selama pembicaraan itu tidak ada satupun dari orang itu saling menatap.
Penampilan Majid yang mengenakan celana kargo menggantung dibawah lutut, kaos berkerah warna birunya yang sudah kucel membuatnya merasa tak pantas
Saya sering ke sudut taman kota ini, persis di tempat kita duduk sekarang. Membuang segala beban kerja, merenungi seperti apa masa depan. Membiarkan semuanya menguap bersama senja. Saya lebih suka menyendiri
Majid tampak serius mencermati setiap perkataan Tinduh.
Oh iya dari gaya bahasa Bang Majid bicara tidak terdengar lagi logat maduranya lanjut Tinduh seraya menatap Majid yang tidak menatapnya.
Saya lahir di Madura, tapi saya dibesarkan di Surabaya. Dan saya tidak begitu paham dengan bahasa Madura. Aneh kan? Orang madura tidak bisa ngomong madura
Tinduh terkekeh.
Itu sama saja seperti saya Bang, saya juga walaupun ayah saya Dayak, saya tidak terlalu bisa berbahasa Dayak. Saya lebih suka berbahasa Banjar. Bang Majid sudah setahun disini pasti sudah bisa bahasa Banjar kan?
Majid mengangguk.
Kawa, baya sedikit sedikit ja ulun jawab Majid yang artinya Tapi cuma sedikit saja saya bisanya
Tinduh kembali bertanya,
Kenapa Bang Majid merantau jauh dari pulau seberang yang lebih ramai ke Kalimantan?
Majid tertegun sejenak, menghela nafas sambil menjawab pertanyaan Tinduh
Merantau itu jelas pilihan. Bukan suatu kebetulan. Begitu banyak kebahagiaan yang mungkin kita tinggalkan di tanah kelahiran kita sendiri. Tapi dengan merantau sedikit banyak kita belajar bahwa kita harus berprinsip untuk menunda kebahagiaan kecil tersebut untuk kebahagiaan lebih besar
Tinduh cukup puas dengan jawaban Majid yang tak disangka-sangka begitu bijak.
Bagi saya kebahagiaan terbesar di dalam hidup ini adalah saat kita bisa membuat bahagia orang yang kita sayangi. Tanpa mereka, orang tua, sanak keluarga saya bukan apa apa dan saya tidak ingin menjadi beban bagi mereka lagi. Sudah terlalu banyak pengorbanan yang mereka berikan kepada saya dari lahir sampai saya lulus sekolah. Sehingga saya harus membalasnya kali ini
Majid menghela nafas lagi seakan menyampaikan kerinduan akan keluarganya selama ini.
Suatu hari walaupun saya hanya tukang becak, saya ingin membangun sebuah Mesjid agar amal jariyah terus berjalan. Menurut saya, kita bisa saja mencari uang sebanyak banyaknya di dunia saat ini tapi itu tidak untuk kehidupan yang kekal. Maka harus mempersiapkan tabungan amal untuk di akhirat kelak
Majid menolehkan pandangannya sejenak ke Tinduh kemudian membalikkannya lagi ke depan.
Walaupun Tinduh tidak berada didalam keyakinan yang sama dan tidak terlalu banyak mengetahui tentang istilah yang diucapkan oleh Majid tapi ia kagum dan mendoakan agar cita cita Majid tercapai.
Ayo kita pulang, sudah mau Magrib. Bang Majid harus ibadah kan? ajak Tinduh sekaligus menutup percakapan senja itu.

17 Februari 2001
Senja berganti pekat malam. Tinduh sedang membereskan meja makan nya terkejut mendengar ketukan keras dari pintu rumahnya.
Tunggu sebentar
Tinduh membuka pintu dan mendapati Majid yang sudah berdiri didepannya penuh kegelisahan.
Boleh saya masuk? tanya Majid sambil mengatur nafas.
Tinduh mempersilahkan masuk dan menutup kembali pintu rumahnya.
Maaf kalau saya lancang, tapi ada hal yang saya harus bicarakan. Ini penting
Majid melanjutkan,
Besok akan ada penyerangan terhadap suku Dayak dari sekelompok suku saya yang ingin menguasai kota ini. Informasi ini saya dapatkan dari kerabat saya yang terlibat di dalamnya. Kamu harus pergi malam ini juga
Tinduh menatap bingung, Tapi saya harus kemana?
Majid berpikir sejenak, Ada sanak famili di ibukota provinsi?
Tinduh mengangguk. Ia tahu harus pergi kemana.
Nah sekarang kamu bergegas. Ini tentang keselamatan kamu, dan tolong beritahukan ke keluarga kamu tentang hal ini
Tinduh menjawab sambil gemetar ketakutan
Maaf sebelumnya Bang Majid. Orang tuaku sudah tidak ada lagi. Mereka mengalami kecelakaan saat pulang mengantarkan saya ke kota ini Majid menatap iba perempuan dihadapannya. Ingin rasanya melindungi. Tapi apalah daya, konflik yang akan terjadi sangat bertolak dengan latar belakang suku mereka. Tidak akan mudah, bahkan bisa saja saling membahayakan satu sama lain.
Malam itu senyap.
Tidak ada lagi pertemuan setelahnya. Entah sampai kapan. Keduanya pun tidak ada yang tahu.

18 Februari 2001
Kota yang begitu lengang, warganya masih beraktivitas seperti layaknya di hari libur. Dihebohkan dengan kebakaran di beberapa tempat. Rumah rumah suku dayak dibakar, kendaraan seperti mobil juga ikut menjadi korban. Dan beberapa nyawa suku dayak melayang akibat penyerangan berkelompok oleh suku Madura. Mereka berkonvoi keliling kota. Merayakan kemenangan atas penyerangan tersebut.
Tiga hari berlanjut setelah penyerangan. 
Suku dayak dari pedalaman turun ke kota melakukan perlawanan balik, tidak terima dengan perlakuan terhadap suku mereka.
Kota mendadak lumpuh. Mencekam. Listrik sering padam.
Sejak 18 Feburari 2001, ratusan nyawa melayang baik dari suku Madura dan Dayak. Ratusan rumah terbakar, dan Becak juga menjadi sasaran pembakaran oleh Suku Dayak. Becak becak tersebut dikumpulkan di jalan taman kota dan dibakar tanpa sisa. Ribuan orang madura diungsikan dengan kapal kembali ke pulau jawa. 
Upaya perdamaian terus dilakukan dari pemerintah pusat baik dari kementerian, kepolisian dan tokoh masyarakat etnis yang terlibat. 
Sebulan berlalu, kota begitu lengang. Ikut berduka atas kerusuhan etnis yang terjadi. Puing puing bangunan terbakar banyak menghias sudut kota. Aktivitas kembali normal, walaupun tidak seperti sedia kala.
Jauh dari kota tersebut.
Tidak ada kabar dari Majid. Keberadaannya seperti hilang di telan bumi. Tinduh mengamankan diri di tempat keluarganya. Pikiran Tinduh mulai dihantui dengan berbagai macam perkiraan.
Apakah Bang Majid terlibat perang etnis tersebut
Apakah dia pulang ke kampung halamannya
Atau jangan jangan dia sudah.....
Tinduh menggelengkan keras kepalanya, ingin memberhentikan semua bayangan itu.

Tidak ada lagi sisa sejarah kerusuan kota tersebut. Semua kembali damai.
Suku Madura dan Dayak hidup rukun sampai saat ini.
Langit bercorak jingga terhampar di sudut barat. Seorang perempuan duduk di salah satu bangku taman kota. Keramaian di sekitar tidak seramai hatinya saat itu. Sepi. Semacam kelengangan panjang. Tiga belas tahun sudah dilewatinya.
Tinduh masih bekerja di Bank, jabatannya kini sebagai direktur operasional. Di tengah hujan deras yang menyapu kota, membuat tirai air mengelilingi tempat Tinduh duduk sekarang. Mengambil payung dan bergegas menuju mobilnya.
Kembali ke kantor.
Ada sebuah amplop coklat muda tersimpan di dalam laci kerjanya. Surat yang menjawab segala keluh kesah tentang perasaannya selama 13 tahun. Sejatinya surat tersebut sudah dibaca oleh Majid saat itu, tepat sebelum Majid datang memberitahukan dirinya agar segera pergi mengamankan diri.
Namun kini surat itu hanya dibiarkannya melapuk di laci meja. Tidak tahu akan mengirimkannya kemana. Yang pasti ia sudah mengirimkan isi surat itu melalui doa.
Doa seorang perindu dalam diam.
Doa seorang yang dirindukan senyumnnya oleh sang idaman.

Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan tokoh maupun cerita hanya kebetulan belaka.

-doddyrakhmat-

Anggrek di Salaka

Buuumm...
Terdengar suara dentuman keras. Beberapa warga panik, mereka berhamburan keluar rumah. Ibu yang sedang menggoreng kerupuk seketika mematikan kompor, ikut keluar mencari tahu.

"Aya naon ieu teh?"

"Abdi oge nteu nyaho."

"Aya bom lain?"

"Lain, kalo aya bom mah udah meledak, kabakaran atuh."

Mereka semua saling tanya dan mencari jawab. Tapi tidak ada yang tahu apa yang terjadi. Dari arah sawah, Bapak terpogoh-pogoh menghampiri Ibu yang berkerumun di depan rumah.

"Aya naon Pak Usep?" ceu Odah bertanya pada Bapak. Dari gelagatnya, Bapak seperti tahu akan sesuatu.

"Nteu nyaho, ceu Odah. Geus atuh sadayana masuk ka imah masing-masing. Gak ada apa-apa," Bapak menginstruksi warga untuk kembali ke rumah masing-masing. Tak memberi jawaban. Dengan tertib warga membubarkan diri. Mungkin memang tidak ada apa-apa, pikir warga.

Bapak duduk diam di bale-bale depan rumah, tatapan matanya kosong, Bapak seperti memikirkan sesuatu. Raut wajahnya tak biasa, entah panik, takut, atau apa. Ibu sedari tadi sudah melanjutkan menggoreng kerupuk untuk berjualan nasi goreng malam nanti. Tak lagi memikirkan apa yang terjadi.

Usai membereskan perlengkapan untuk berjualan, Ibu menghampiri Bapak yang masih duduk di bale-bale. Ibu menyodorkan segelas teh manis hangat dan sepiring singkong goreng, namun Bapak diam saja. Wajah Bapak memucat. Dadanya naik turun, bola matanya bergerak liar.

Ibu menatap Bapak kebingungan. Berkali-kali Ibu memanggil Bapak, namun Bapak tetap diam. Tiba-tiba, setetes air mata jatuh di pipi Bapak. Bapak menangis. Ibu semakin bingung, tak mengerti.

"Pak, kunaon, Pak?"

Bapak diam dan menjawab Ibu dengan pelukan. Meski tak mengerti, Ibu membalas pelukan Bapak dengan erat.

-

Malam masih muda. Bapak dan Ibu sudah membuka lapaknya di persimpangan jalan. Meski mereka tinggal di desa dekat kaki gunung, tak berarti lapak nasi goreng Bapak sepi pembeli. Rasa nasi goreng buatan Bapak yang enak dan harga yang mampu dijangkau oleh warga desa membuat nasi goreng Bapak selalu laris dinikmati pembeli.

Malam menunjukan pukul delapan, tak seperti biasanya banyak sekali mobil-mobil yang melintas. Sepengamatan Bapak dan Ibu, sekiranya ada lebih dari sepuluh mobil yang sudah melewati lapak mereka. Bahkan motor pun seakan ikut bergerombol mengiringi. Ibu mengamati lebih dekat, dibacanya tulisan yang tertera pada salah satu mobil, BASARNAS. Bapak terdiam mendengarnya, Ibu menoleh ke arah Bapak. Mereka saling pandang. Mata Bapak berkaca-kaca, mengenang sesuatu.

-

Dua belas tahun yang lalu. Sudah cukup lama waktu itu terlewati. Seharusnya sudah cukup waktu bagi seseorang melupakan kenangannya. Namun Bapak tak mampu begitu saja melupakan kenangan itu, kenangan tentang...Anggrek.

Semasa muda dulu, Bapak termasuk pemuda yang aktif. Kecintaannya pada alam dan jelajah membuat Bapak menjadi salah satu anggota unit kegiatan mahasiswa pencinta alam. Disini pulalah Bapak menemukan cinta pertamanya. Seorang gadis bernama Anggrek. Gadis periang dan pemberani. Gadis impian Bapak selama ini. Gadis pertama yang membuat Bapak begitu terbuai asmara, gadis yang mampu membuat Bapak terjaga untuk menulis kata cinta.

Berbulan-bulan Bapak hanya memendam rasa pada Anggrek. Bapak tak berani menyampaikan perasannya, Bapak takut Anggrek akan menjauh dan pertemanan mereka kandas dalam sekejap. Namun, Bapak tak bisa menyimpan lebih lama perasaan di hatinya. Dan Bapak memutuskan untuk menyatakan cinta saat mereka tiba di gunung Salak.

Bukan tanpa alasan Bapak memilih gunung salak sebagai tempat istimewa untuknya menyampaikan perasaan. Sebab, di gunung Salak terdapat bunga Anggrek yang indah. Bapak ingin memetiknya satu dan memberikannya pada Anggrek, gadisnya.

-

Mobil-mobil itu berjalan menuju penangkaran sapi desa cipelang. Rupanya firasat Bapak benar. Sore tadi saat sedang menggarap sawah, tiba-tiba hati Bapak jadi gundah. Semenit kemudian terdengar suara dentuman keras dari arah kaki gunung. Bapak tak bisa memastikan apa yang menyebabkan bunyi dentuman itu. Namun rasa gundah di hati Bapak semakin membuat dadanya sesak. Dan ternyata sebuah kecelakaan besar terjadi. Ada sebuah pesawat yang menabrak dinding gunung Salak. Entah bagaimana kronologinya, Bapak belum mencari tahu. Yang Bapak tahu, ia seperti akan kembali kesana. Setelah dua belas tahun.

Firasat itu, bukan baru hari ini dirasakan Bapak. Tiga hari yang lalu entah mengapa tiba-tiba Bapak memimpikan Anggrek. Dalam mimpi, Anggrek memanggil-manggil nama Bapak. Adegan itu persis sama seperti saat terakhir kali Bapak bertemu Anggrek. Anggrek terus saja memanggil nama Bapak, membuat rasa bersalah Bapak semakin menggelisahkan.

"Bu, bapak harus ikut mencari. Selama ini Bapak selalu bersembunyi. Bapak mohon izin sama Ibu untuk jadi sukarelawan."

"Bapak yakin? Bertahun-tahun Bapak gak pernah lagi naik gunung, bertahun-tahun Bapak ninggalin masa lalu itu, Bapak yakin sekarang mau ikut jadi sukarelawan?"

"Bapak yakin.

-

Hari itu, Bapak dan tim pencinta alam kampus telah sampai di kaki gunung salak. Mereka sampai saat senja sehingga harus menunggu esok pagi untuk memulai pendakian. Sepanjang malam, Bapak tidak bisa tidur. Ia terus saja memikirkan bagaimana reaksi Anggrek saat Bapak mengutarakan perasaannya. Dan Bapak tetap terjaga hingga keesokan harinya.

Seperti biasa, sebelum memulai pendakian, pemandu memberikan sepatah dua patah wejangan pada para pendaki. Di antara wejangan-wejangan tersebut, salah satunya adalah pendaki dilarang memetik bunga Anggrek yang terdapat di gunung salak. Seketika Bapak langsung lesu, namun ia tidak menghiraukan. Hanya satu, tak akan ada masalah, pikir Bapak sempit.

Pendakian pun dimulai, tim bapak terdiri dari delapan orang. Pria wanita sama jumlahnya, agar pria bisa melindungi wanita. Dan tentu saja Bapak sangat ingin melindungi Anggrek.

Semua berjalan sangat lancar, hingga tiba-tiba kabut turun sangat pekat, membatasi jarak pandang. Tanpa pikir panjang, Bapak langsung menarik tangan Anggrek, menepi dari tim. Karena jika cuaca sedang tidak bersahabat, pemandu akan meminta seluruh pendaki untuk kembali ke pos. Perjalanan mereka yang memang belum jauh dari pos, membuat mereka mau tak mau kembali.

Anggrek kebingungan. Mengapa tiba-tiba Bapak menariknya untuk menepi dari rombongan? Padahal harusnya mereka tetap bersama dan kembali ke pos. Namun, Bapak tak ingin kembali ke pos buru-buru. Ia ingin menyampaikan tentang isi hatinya pada Anggrek sebelum mereka kembali ke pos.

"Loh, kenapa kita nepi dari rombongan, Sep?"

"Sebentar aja, An. Ada yang pengen gue omongin sama lo."

"Apa? Gak sebaiknya nanti aja? Gue takut kita ketinggalan rombongan."

"Tenang aja An, gue hafal kok daerah sini. Gue udah dua kali naik gunung salak, ini ketiga kali. Gue tau kok jalan ke pos."

"Okee. Terus lo mau ngomong apa?"

Bapak terdiam menatap Anggrek. Kemudian, diberikannya setangkai bunga Anggrek berwarna ungu kepada Anggrek.

"An, udah lama gue mau bilang ini. Tapi, gue terlalu takut kalau nantinya pertemanan kita akan jadi bubar jalan. Setelah sekian lama ngeyakinin hati gue sendiri, akhirnya gue berani untuk bilang kalau gue......" Bapak sengaja menggantungkan kalimatnya, untuk mengumpulkan keberani lebih dari sebelumnya.

"Kalau?" Anggrek menunggu Bapak meneruskan kalimatnya.

"Kalau gue sayang banget sama lo. Gue mau lo jadi pacar gue."

Hening. Bapak dan Anggrek sama-sama terdiam. Bapak menatap Anggrek menunggu jawaban. Anggrek terlihat menarik nafas kuat-kuat, sedetik kemudian Anggrek tersenyum.

"Gue mau, Sep. Gue mau jadi pacar lo!"

Bapak senang bukan kepalang. Begitu juga Anggrek. Pendakiannya kali ini terasa begitu istimewa dan romantis. Mereka pun memutuskan untuk segera kembali pos, takut kabut semakin lebat.

Sudah lima kali Bapak dan Anggrek berputar-putar di jalan yang sama. Anggrek mulai kesal, takut, tapi jiwa petualangnya jauh lebih dominan daripada rasa takutnya. Ia tetap berpikir positif. Mungkin karena kabut  perjalanan yang seharusnya sebentar dan mudah sedikit mendapat hambatan. Akhirnya, Bapak dan Anggrek memutuskan untuk beristirahat di sebuah saung kecil. Menunggu pagi, menunggu kabut reda, menunggu cahaya.

-

Bapak sudah bergabung bersama tim SAR dan sukarelawan untuk mencari keberadaan pesawat dan para korban. Sebelum memulai pencarian, mereka berdoa terlebih dulu. Dalam hati, rasa bersalah itu semakin menggelisahkan Bapak. Untuk pertama kalinya setelah dua belas tahun, Bapak kembali menginjakan kaki di tempat penuh kenangan ini. Kenangan yang tak bias oleh waktu, kenangan yang terus melekat. Kenangan yang membuat Bapak tertawan dan memutuskan tinggal di sebuah desa. Desa Cipelang, Bogor, Jawa Barat.

Bersama tim pencari dan sukarelawan, Bapak menyusuri jengkal demi jengkal jalan yang memilukan itu. Mata mereka harus waspada, jangan sampai mengabaikan jejak pesawat ataupun korban. Mereka mencari, tak hanya sekedar mendaki.

Berhari-hari Bapak mencari, satu per satu perjalan mereka menemukan hasil. Bangkai pesawat ditemukan dalam keadaan hancur, begitupula dengan korban. Bagaimana bentuknya sudah tak mampu dideskripsikan.

Selama berhari-hari pencarian, entah mengapa Bapak merasakan separuh hatinya merasa tenang. Sedangkan separuhnya lagi tentu saja begitu pedih melihat tragedi ini. Namun, kegelisahannya berhari-hari yang lalu tentang Anggrek seperti menguap tanpa bekas. Rasa bersalah itu seperti sudah termaafkan saat Bapak menyempatkan diri berdoa di tempat terakhir ia bersama Anggrek, di saung itu. Meski tak mampu melihat Anggrek, Bapak bisa merasakan bahwa Anggrek hadir dan melihatnya. Bapak bisa merasakan amarah Anggrek yang selama ini membuatnya tertawan dan tak bisa keluar dari desa itu sudah terhapus. Karena Bapak tak lagi lari dan bersembunyi.

-

Di hari terakhir pencarian, Bapak kembali berdoa untuk Anggrek. Untuk kesalahan Bapak melawan wejangan pemandu untuk tidak memetik Anggrek dan untuk kesalahan Bapak yang memberikan Anggrek itu untuk Anggrek. Entah apa yang terjadi malam itu, saat beristirahat di saung, Bapak merasa lelah sekali dan begitu pulas tertidur. Sebelum tidur, Bapak telah memastikan bahwa Anggrek ada di sisisnya dan menggenggam tangannya. Namun ketika cahaya matahari menyilaukan Bapak, ketika Bapak terbangun dari tidur, Bapak tak lagi melihat Anggrek. Yang ia lihat hanya setangkai bunga Anggrek yang ia beri untuk Anggrek. Seluruh tim telah mencari, tapi Anggrek tak pernah ditemukan hingga saat ini.

"Aku masih cinta kamu sampai saat ini, An."

Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan tokoh maupun cerita hanya kebetulan semata.

-saidahumaira-

Chitchat OWOP bersama MASGUN.


Met malem, bloggers!
Ih aku seneng banget deh.
Aku lagi rajin-rajinnya ikutan komunitas. 
Alasannya?
Nambah temen udah pasti, pengalaman dan ilmu juga udah pasti. Dan yang lebih pasti, aku jadi punya 'rival' buat nulis. Jadi terpacu untuk selalu nulis, jadi semangat banget nulis karena ceritnya gak mau kalah sama temen sekomunitas yang emang udah keren bangeeet!


Dan aku baru banget gabung sama komunitas One Week One Paper alias OWOP. Pertama kali tau ada komunitas ini pas aku lagi buka-buka instagram dan menemukan sebuah foto kopi darat OWOP di akun temen gue, Dhira. Dari sana nanya sama Dhira karena tertarik buat ikutan OWOP ini. Dan Alhamdulillah setelah udah register di web - nya oneweekonepaper, gue langsung daftar buat gabung di grup whatsapp OWOP. And it's so amazing! Really happy.

Sungguh bahagia kenal sama orang-orang hebat seperti mereka. Love love kiss kiss!
Dan jumat kemarin, grup owop kedatang tamu besar yang sangat spesial.... Jeng jeng jeng, dia adalah MASGUN alias Kurniawan Gunadi (pasti udah pada kenal deh ya!)

Chitchat sama MASGUN dimulai tepat jam 8 malam dan saking keasikannya yang harusnya udahan jam setengah sepuluh, kita ngaret sampe jam 10 lebih. Asyik banget sharingnya! Dan sangat menginspirasi.

Disini gue gak mau bahas detail karena di web - nya owop juga akan dipublish dari percakapan jumat malam itu, hehehe.

Gue cuma share tentang kalimat-kalimat W-O-W nya MASGUN aja... Siap ya siaaaap!
Jadi masgun ini sebenernya gak pernah niat jadi penulis, masgun cuma suka nulis. Iyaa suka nulis. Doi gak pernah mikirin akankah apa yang dia tulis dibaca orang, itu bukan tujuan. Yang doi lakukan ya hanya menulis, karena emang suka sama nulis! Berkarya, entah siapa peminat dan penikmatnya. Dan Alhamdulillah - konsistensi melahirkan apresiasi - begitu kata masgun.

FYI aja, bukunya masgun yang berjudul 'Hujan Matahari' dijual secara pribadi. Soalnya masgun sendiri menerbitkan bukunya dengan sistem self publishing. Dan Alhamdulillah sekarang udah cetakan ketiga. Dan gue yakin semua pasti dikerjain karena pake hati (sok tau banget ya, tapi kayanya iya sih. Iya kan mas gun?)

Gue nanya; Kenapa masgun lebih milih nerbitin buku secara self publishing?
Doi jawab; pada dasarnya masgun cuma mau 'mengamankan karya' dari bentuk digital ke bentuk nyata. Apalagi kalu ada ISBN nya karya kita terjaga dengan aman. Buku hanya media, sama halnya dengan blog. Hanya beda bentuk. Yang menjadi inti adalah tulisan itu sendiri.
Yaa sebenernya menurut masgun, mah nulis di blog atau di buku ya sama aja. Cuma berbeda media. Dan gue sangaaat setuju soal itu.

Yaaa emang bener kan, intinya ya tetep ada di isi buku, tulisan kita. Menurut gue ketika karya kita jadi buku, hak cipta kita terlindungi karena ada undang-undangnya. Jadi gak ada yang sok ngaku-ngaku itu karyanya padahal mah copas.


Dengan self publishing juga kita jadi lebih akrab sama pembaca karya kita, keep in touch sama pembaca itu penting loh!!

Lalu lalu, ada yang nanya sama masgun tentang gimana caranya biar produktif nulis? Biar gak males, biar bisa ngatasin writer's block.

Dan gue sangaaat suka jawabannya. Masgun bilang kita harus mengenali kondisi-kondisi diri kita. Kapan waktunya produktif dan kapan waktunya males.

Yang kenal sama diri kita sendiri ya diri ini, bukan orang lain. Kita sendiri yang tau kapan aja waktu kita pas lagi semangat semangatnya, kapan pas lagi malesnya. Intinya, mengerti kondisi diri kita sendiri dan selalu disiplin! Itu semua proses, jadi jangan menyeraah yaaaa!!!


Satu makna tersirat yang gue temukan dalam percakapan yang lama namun terasa singkat itu adalah CINTA. Iya, bahkan sama hobi aja kita mesti cinta. Supaya hobi itu gak jadi - yang begitu aja -. Jangan ngarepin apapun, jangan terlalu pengen dapet pujian, followers banyak atau apapun lah. TULUS aja karena emang mau berbagi, karena emang suka, karena emang cinta.
Bikin semangaaaaat nulis! Semangaaaat berbagi. Bikin semangaaaaat lagiiiii!


Buat penutup gue kasih quotes ala-ala gue deh...
"Semua tergantung pada niat. Pada akhirnya alam pun tahu, mana yang tulus dan mana yang hanya pura-pura."


Saidah

Pahami Aku!

on
1/17/2015

Termenung...
Rasanya tak karuan. 
Jika saja bisa membelah jiwa, aku mungkin orang pertama yang akan melakukannya.
Jika saja bisa memilih watak, aku akan memilih yang tak jauh dari malaikat.
Tapi,

Aku manusia. Manusia biasa. Tak sempurna.

Halooo bloggers! 
Aku bingung mau memulai ini dari mana, yasudah dari puisi saja lah. Hehehe :D

Kamu pernah gak sih ngerasain rasanya 'menyesal' melakukan sesuatu dan rasanya mau marah sama diri sendiri ?
Aku pernah. Dan masih sampai saat ini.


FYI aja, aku orangnya kalo dibaikin akan lebih baik, tapi kalo dijutekin aku juga akan lebih jutek lagi balesnya. Itu refleks, gak pernah sengaja pengen kaya gitu. Yang sedihnya kalau mamaku lagi 'nasehatin' aku dengan nada yang tinggi, aku refleks ngomong tinggi juga ke mama. Hiks hiks ... Dan itu rasanya gak enak banget. Sedih banget. Ujung-ujungnya pasti selalu minta maaf sama mama, sungkem, peluk cium mama, sambil nangis deh.

Lambat laun aku belajar untuk lebih ngontrol emosi, biar gak cepet meledak walau situasi lagi panas. Belajar 'diam dulu', belajar dengerin dulu meskipun mulut rasanya pengen ngomong ngebela diri.
Alhamdulillah sekarang jauh lebih baik dalam mengontrol emosi, meskipun gak selalu berhasil juga sih.

Awalnya, sempet kaya orang frustasi. "Kenapa sih Allah ngasih sifat ini ke aku? Aku tuh mau jadi anak baik, kalem, sholehah, yang bagus bagus deh. Gak mau kayak gini. Dan bla bla bla". Terus nangis di bawah selimut, dada rasanya sesak. Ada sesuatu yang... Ya gitu deh.

Akhirnya aku gelar sajadah, sholat taubat, doa sama Allah. Apapun masalah kita, jangan cari siapapun, jangan cari manusia manapun, cukup cari Allah. Dan itu bener banget. Puas banget nangis dan hati rasanya plong.

Semua sifat pada dasarnya baik, seberapa besar kadarnya dan cara kita 'nempatin' hal itu yang kadang jatuhnya jadi kurang baik atau malah gak baik.

Contohnya kaya gini (maaf ya kalo sotoy); jadi orang penakut itu baik. Kok baik? Ya asal kita bisa nempatin harus takutnya sama siapa dan segimana besar kadarnya?

Mind set itu berpengaruh loh sama sikap kita. Makanya aku selalu mencoba untuk selalu bahagia dengan selalu berpikir positif. Dan itu berguna banget buat keseharian kita.

Pahami aku! Aku, dirimu sendiri.
Kenali aku! Aku, bagian dari dirimu.
Cintai aku! Bahagialah bersamaku!





Saidah


Isi blog ini sedang diikutkan giveaway echaemutenan

Be Productive!

on
1/14/2015
Be Productive!

Bikin resolusi buat diri sendiri kayanya udah biasa ya. Sekalipun kamu tipe orang yang 'ngalir' aja pasti tetep ada satu dua hal yang kamu resolusikan untuk bisa terwujud di tahun itu. Kadang saat bikin resolusi, bahasa kita terlalu normatif sehingga kurang dapet 'gereget' - nya. Contohnya; ingin jadi manusia yang taat dan bermanfaat. Lalu?
Kalau kata Pak Jamil Azzaini, seorang trainer dan penulis dalam bukunya berjudul 'ON' -

"Tetapkanlah visi hidup Anda, yang jelas dan menantang. Visi yang tidak jelas dan terlalu normatif tidak akan memiliki pengaruh apapun dalam hidup Anda".

Kok gitu?

Nih masih kata Pak Jamil dalam buku yang sama; Perjelaslah visi hidup Anda, beri muatan emosi dan bayangkan Anda bisa melakukannya.

Jadi, saat kita menentukan visi yang berbentuk menjadi resolusi kita setiap tahunnya, kita punya 'target' akan seperti apa diri kita atau apa yang akan kita hasilkan. Semua itu kita tuliskan dengan jelas. Sehingga kita merasa tertantang untuk melakukannya. Otak dan tubuh kita akan senantiasa berpikir; Bagaimana caranya aku bisa mewujudkan itu semua?
Bahkan ketika semangatmu lagi meredup dan kamu ingat lagi apa sih visi hidupmu, inshaAllah kamu akan menemukan kembali semangat kamu untuk mewujudkan cita-cita itu.

Begitu juga dengan apa yang aku inginkan untuk blog ku.
September 2014 lalu untuk terus menyemangati dan konsisten menulis di blog, aku dan temanku Doddy Rakhmat bekerjasama, kita menamakan diri kita #PartnerInWrite (Ciyeeeee. Apasih saidah ini. Hahaha))

Jadi setiap harinya kita menulis cerita mini dengan tema yang berbeda lalu kita upload di blog masing-masing secara bergantian.


Ada banyak challenge yang aku dapat dari #PartnerInWrite ini. Pertama, yang biasanya aku lebih sering atau mungkin selalu nulis cerita tentang CINTA. Karena #PartnerInWrite aku belajar untuk menulis tentang tema lain, seperti tema kriminal, misteri, dan politik. Kedua, tiap hari mau gak mau otakku terus mikir tentang apa yang akan ditulis hari ini.

Sampai saat ini #PartnerInWrite masih jalan, cuma sempat vakum karena sibuk. Minggu ini aku dan temanku akan mulai menulis lagi. Tapi kita buat tantangan baru dengan menulis cerita pendek yang mengandung unsur sejarah yang memang pernah terjadi baik di Indonesia maupun dunia. ((Semoga selalu konsisten))

Tentu saja sama seperti yang lainnya, resolusiku untuk blog adalah be Productive!
Tapi gak cuma sekedar 'Productive' aja. Gak ada tantangannya banget ya kalo cuma gitu. Hehehe.
Jadi, resolusiku untuk blogku adalah .... (eng ing eng)
1. Setiap hari akan selalu diusahakan menulis, kalo ada yang absen di hari itu (lebih karena kuota internet sih) maka akan upload double di hari berikutnya.
2. Sebulan sekali review tentang buku terbitan baru dan juga film kece yang baru rilis.
3. Minimal seminggu sekali menulis cerita fiksi dengan tema yang beda-beda.
4. Sebulan sekali mengupas tentang dunia kepenulisan atau perbukuan.
5. Semoga isi blogku bisa memberi manfaat buat siapapun yang baca. Semoga semakin banyak juga visitornya. ((Aamiin))

Semoga aku selalu terpacu untuk terus menulis, berbagi. Untuk selalu bisa bermanfaat buat orang lain melalui tulisan. Jadi gak cuma sekedar menulis aja tapi ada sesuatu yang bisa orang lain dapat dari membaca blogku. ((AAMIIN BANGET YA ALLAH))




Tulisan ini sedang diikutkan Indonesian Hijab Blogger Blogpost Challenge.
Keep writing & keep blogging, bloggers!                                                      

Suatu Hari Kau Kan Mengerti

on
1/13/2015


Aku tak tahu harus memulai ini darimana. Tapi aku bersyukur kamu pahami ini dengan bijak. Aku senang dan merasa lega. Meski kini kita harus berjauhan. Meski kini kita harus kembali berteman. Membatasi 'kedekatan' kita karena memang belum waktunya.

Pertemuan itu awalnya biasa. Berteman dan semua sangat biasa. Hidup kita tak saling bersentuhan. Hanya sekedar saling sapa sesama teman dalam organisasi. Intensnya hanya tiga bulan. Selebihnya jarang sekali ada pertemuan. Hingga beberapa tahun kemudian, cerita itu mulai menjadi tak biasa.

Pernahkah aku terpikir untuk jatuh cinta kepadamu? Tidak.

Pernahkah aku membayangkan bahwa kamu akan begitu berarti untukku? Tidak.

Aku tidak pernah membayangkan apapun tentang kita. Tidak pernah sama sekali. Saat bertemu kamu, aku telah dengan orang lain. Dan aku tidak melihat yang lain saat bersamanya.

Saat aku sudah tidak dengan masa laluku itu, aku pun tak pernah terpikir untuk bisa bersamamu. Tidak pernah. Antara aku dan kamu. Semua berjalan begitu apa adanya.

Aku sudah lama tahu kamu suka menulis. Tapi itu tak berarti apa-apa sampai kita terlibat percakapan seputar dunia itu. Dan untuk pertama kalinya aku bisa menemukan teman berbagi dengan kegemaran yang sama. Kita bicara banyak. Aku bahagia. Rasanya seperti :

Bangkitkan lagi mimpi-mimpi. Cita cinta yang lama ku pendam sendiri. Berdua, ku bisa percaya.

Sejak itu kita dekat. Kita berbagi. Kita mulai merancang mimpi berdua. Mimpi tentang menjadi seorang penulis. Kita saling menyemangati. Kita saling memuji, mengkritik. Lalu, kamu berkata bahwa kita adalah partner. Dan aku antusias dengan kerjasama kita.

Setiap hari, kita saling berbagi kabar. Kita saling menanyakan 'gimana hari ini kamu udah nulis belum?' atau 'cermin-nya udah jadi?' atau 'aku abis posting di blog, baca ya!' dan kalimat serupa itu. Kita teman, kita rekan.

Semakin banyak bicara denganmu. Semakin aku mengenalmu. Semakin aku menyadari sesuatu. Dan semakin aku gelisah tentang itu.

Tiba-tiba engkau ada. Kemudian engkau hadir.

Di matamu ku melihat ada cinta yang tersirat. Tirani hati merebak.

Biar saja waktu nanti yang menikmati kisah ini. Bersamamu aku senang.

Aku mungkin terlihat biasa saja. Namun ternyata kamu peka dan membaca, tentang isi hatiku yang tertulis dalam karya. Begitupun aku. Diam-diam hatiku bertanya, tentang isyarat yang ku baca dari setiap tulisanmu. Apakah kita sama?

Tapi tak satupun dari kita mencoba saling memastikan. Kita terlalu takut merusak semua yang sudah terjalin. Takut merusak pertemanan. Takut merusak impian. Takut saling menyakiti. Semuanya hanya tersimpan dalam diam.

Namun aku kembali berpikir, sampai kapan menunggu? Aku hanya ingin menanti orang yang jelas. Orang yang tepat. Aku takut terjebak dalam cinta sendirian. Aku takut masa lalu itu terulang. Masa lalu yang sempat membuatku begitu 'hati-hati' menaruh hati. Masa lalu yang sempat membuatku curiga pada setiap hati yang ingin mendekati. Aku takut dikecewakan lagi.

Saat pertama kali dekat denganmu, aku telah menyiapkan hati seumpama benar aku akan kembali kecewa. Dengan begitu aku tidak akan 'drama' jika memang semuanya hanya sepihak. Setidaknya itu sudah jelas. Dan aku akan lebih mudah menentukan sikap. Aku tak masalah. Karena menemukanmu sebagai teman bermimpi dan mewujudkan mimpi itu sudah membahagiakan.

Hingga akhirnya.

Maukah kamu mendampingi aku?

Aku terdiam membacanya. Sedari awal, kamu tahu bahwa aku sedang tidak mencari pacar. Aku sedang mencari pendamping, teman hidup. Aku menginginkan pernikahan. Sungguh aku tak main-main soal itu.
Kini, tiba-tiba aku meragu. Kamu kah?

Aku pernah meminta pada Tuhan untuk dipercaya kembali jatuh cinta. Jatuh cinta untuk yang terakhir kali, dengan dia yang Tuhan pilihkan untuk menjadi pendamping hidupku. Apakah itu kamu?

Aku tak menjawab pertanyaanmu. Meski sejujurnya aku senang. Karena sedari awal - semenjak dinyamankan kamu, kepada yang lain aku tidak tertarik - unknown

Aku justru mengembalikan pertanyaanmu dengan pertanyaanku. Jadi, seorang kamu udah resmi nih jatuh cinta sama aku?

Resmi? Mungkin terdengar aneh. Aku hanya memastikan ini bukan tentang pertemanan. Ini tentang hati.

Lalu, sejak itu kita menjalani semua dengan hati. Entah apa sebutan hubungan kita. Yang sering kita akui adalah 'kita teman luar biasa'. Sebab, kita sama-sama tidak ingin sekedar pacaran.

Entah ini apa namanya. Aku bisa percaya pada orang yang sudah lama tak berjumpa. Bahkan aku bisa jatuh hati tanpa tatap lebih dulu. Hanya karena sering banyak bicara dan mendengarkan. Hanya karena aku nyaman, aku menjadi diriku sendiri. Sebab -

Meski kau kini jauh disana. Kita memandang langit yang sama. Jauh di mata namun dekat di hati.

Dua hari setelah ulang tahunku, kita bertemu. Pertemuan pertama setelah bertahun-tahun tak jumpa. Pertemuan pertama ketika hubungan ini tak lagi sekedar teman biasa.

Bertemu orang tuaku, berbicara banyak sampai larut. Meski mungkin kamu lelah dan mengantuk karena perjalan jauh, tapi kamu tetap berbincang tanpa terburu untuk pamit pulang.

Esoknya. Kamu harus kembali ke tempat rantauanmu. Dan aku hanya bisa mengantarkanmu sampai Damri. Kamu berangkat lebih dulu, aku menyusul dengan adikku. Lima menit saja aku terlambat, aku tak bisa bertemu kamu meski hanya sekedar berucap "hati-hati".

Tahukah kamu betapa aku bersyukur pada Tuhan karena dipertemukan kembali denganmu?

Tahukan kamu betapa aku merasa sangat 'lengkap' bersamamu?

Tahukah kamu betapa aku sangat bahagia menemukanmu?

Aku tak tahu apakah ini terlalu dini. Namun sungguh ku akui, Kamu Yang Ku Tunggu.

Namun sejatinya, cinta tak seperti ini. Semakin aku merasa kamu begitu berarti, semakin aku ingin memilikimu.
Semakin aku mengharapkanmu, menjadi yang terakhir bagiku.

Terima kasih telah yakin padaku. Terima kasih telah mantap menjadikanku teman hidupmu.

Namun, jalan kita belum sampai disana. Dan selama menuju pada yang kita nantikan itu, bagaimana kita sebaiknya?

Aku pernah berkata bahwa tidak ingin pacaran. Aku ingin menikah. Dan sejak awalpun kamu tidak pernah memintaku menjadi pacarmu. Kamu menginginkanku jadi pendampingmu. Namun sepanjang waktu menunggu itu, aku dan kamu masih butuh banyak belajar. Sebab aku tak ingin kamu hanya sesaat. Sebab aku ingin jadi yang terbaik untukmu.

Demi cinta ku pergi, tinggalkanmu, relakanmu.
Untuk cinta, tak pernah ku sesali saat ini.
Ku alami, ku lewati.
Suatu saat ku kan kembali. Sungguh sebelum aku mati.
Dalam mihrab cinta ku berdoa, semoga.
Suatu hari kau kan mengerti siapa yang paling mencintai.
Dalam mihrab cinta ku berdoa pada-Nya.
Karena cinta ku ikhlaskan segalanya kepada-Nya.

Kita memutuskan saling mencintai dengan tidak bersama dulu. Kita saling merindu dalam doa. Saling menjaga dalam harap pada-Nya. Saling membuktikan cinta dengan sama-sama memperbaiki diri. Kita berjauhan untuk berdekatan jika sudah tiba saatnya. Jika Tuhan menghendaki kita berdua bersama dalam ikatan yang diridhoinya, kita akan kembali bersama dengan caranya yang indah.

Maafkan aku yang sering berkata "aku sayang kamu" padahal belum pantas aku mengucapkannya. Maafkan aku yang ingin memilikimu, padahal belum tiba waktunya.

Jika aku memang tercipta untukmu, ku kan memilikimu. Jodoh pasti bertemu.

Identitas

on
1/12/2015

Boleh minta kartu namanya?
Kamu masih sering dengar kalimat itu?
Aku sih masih. Sangat masih.

Dan hampir semua orang keren punya kartu nama?
Buat apa sih? Bukannya sekarang zaman udah canggih? Era digital gitu loh! Kalo orang lain butuh kita, mereka tinggal hubungin kita. Bisa via media social, via email, via blog. Mereka bisa cari tahu tentang kita dari sana. Iya kan?


Iya. Kamu benar dan sangat benar. Tapi, kalau seumpamanya kamu lagi datang ke acara keren yang isinya orang-orang keren. Lalu kamu ngajak orang keren bin keren itu kenalan, kamu minta kontak pribadinya. Kira-kira dia bakalan kasih kamu nomer handphone atau kartu nama?
Anggaplah kamu kenalan sama penulis kece sekelas bunda Asma Nadia, kamu pengen ngobrol banyak sama Bunda Asma. Terusnya nih kamu minta kontaknya. Kira-kira Bunda Asma punya waktu gak yah buat nyebutin nomer teleponnya atau alamat emailnya? Dan punya waktu juga gak ya untuk mastiin kamu mencatat dengan baik? Kayanya enggak deh.

Sekarang kamu udah berasa belum kalau kartu nama itu penting?

Kartu nama bukan cuma sekedar selembar kertas kecil berisi kontak pribadi kamu. Tapi lebih dari itu! Kartu nama itu identitas kamu. Iya, sama kaya KTP yang wajib kamu bawa kemana-mana. Kartu nama juga wajib banget kamu bawa kemana-mana. Karena kartu nama adalah 'modal' kamu untuk memperluas silaturahmi dan memperluas rejeki. Percaya deh!

Sekarang udah ngerasa butuh kartu nama?

Kelas Bogor : Travel Blogging for Blogger Bogor.

on
1/11/2015
Haiiii semuaaaaa.
Apa kabaaar? Semoga selalu sehat dan bahagiaaaaa. Aamiin

Eh, sabtu kemarin kalian ngapain? Pasti malem mingguan sama pacar ya?
Cieeeee.

Kalian tau gak sih kalo Sabtu kemarin ada acara seru di Bogor?
Iya. Selain Bogor Sound Cloth, kalian tau gak ada acara seru apa lagi?

Buat para Blogger Bogor pastinya tau dong kemarin ada acara apa. Siapa yang gak dateng?


Menampilkan IMG_20150107_081843.jpg
Ini dia posternya

Ah, sayang sekali yang gak dateng kemarin. Tapi tenaaang, gue akan bagi ilmunya disini buat kalian.
Siapa sih yang gak seneng travelling? Gue rasa semua orang suka pake banget malah.
Dalam khayalan gue. Gue akan mengarungi dunia bareng suami gue. Kemana aja kaki melangkah selama bersama rasanya indah. Ke tempat-tempat yang menyajikan pemandangan alam yang aduhai, sampe gue berdecak kagum dan bilang "Tuhan Maha Keren karena menciptakan alam sekeren ini". Menyusuri spot-spot pemalu yang butuh untuk untuk dijorokin keluar supaya dunia lihat kalo dia tuh ada. Terlebih dengan banyak jalan, kita akan banyak belajar dari perjalanan dan akan lebih cinta sama alam.
Dan masih dalam khayalan gue. Gue akan mendaki gunung berdua. Dan ketika sampai di puncak gunung, kita akan saling berpelukan, menyatukan diri kita dan juga menyatu bersama alam. Memandang langit yang mungkin jaraknya tinggal beberapa jengkal dari tempat kita memijakan kaki. Duduk berdua dan membayangkan tentang masa depan. Kemana lagi kaki ini akan melangkah?

Dan untuk semua itu, apa gue akan menikmatinya sendirian? Jelas enggak. Gue pengen semua orang tau tentang alam yang super keren ini. Terutama alam Indonesia.

Gue akan menuliskannya. Karena gue percaya bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. Karena dengan menulis akan semakin banyak orang yang baca. Bukan cuma sekedar pamer foto bahwa gue pernah kesana tapi menuliskan semua yang dialami, menceritakan semuanya dalam buku catatan online: BLOG!

"Isi blog itu gak sama kaya isi berita yang kalo gak dipublish hari ini bisa basi." - @harrismaul



Menampilkan IMG_20150110_131655.jpg
Mas Haris lagi ngajar

Mas Harris juga ngejelasin tentang gimana caranya membuat konten supaya blog kita gak sepi pembaca.

Ini dia ...

1. Domain!
Ibarat lo jualan, nama domain lo adalah merk dagang lo. Ada yang nama domainnya unik dan ada juga yang nama mereka sendiri.
Mas Harris sendiri pake nama domain dari namanya beliau, yaitu
www.harrismaul.com
2. Tagline!
Tagline itu PENTING. Coba liat iklan-iklan di TV, kebanyakan dari mereka punya tagline. Biar apa? Biar produk mereka mudah diingat. Contohnya kaya tagline-nya Prudential 'Always Listening Always Understanding'

3. Label.
Label ini penting loh. Supaya mempermudah pembaca yang mampir ke blog kita mencari apa yang mau doi baca.

4. Google Friendly
Share tulisan kamu jangan sampe lupa. Dan rajin-rajin promosiin di social media, utamanya google. Because what? Google adalah mesin pencari nomor satu.

5. SEO
Salah satu tipsnya adalah buat judul yang sekiranya akan banyak dicari sama orang. Contohnya : 5 tempat wisata menarik di Jakarta.

Selain kelima hal di atas, kamu juga jangan diam aja di rumah tapi yang rajin bangun kedekatan dengan para blogger. Join komunitas supaya memperluas networking kamu. Yaaa, kaya dengan ikut acara Belajar bareng @KelasBogor ini.

Eits ada lagi yang jangan sampe kelupaan.
Di setiap postingan kamu atau mininal di biodata blog kamu deh, cantumin dengan jelas biodata kamu sampe nomer yang bisa dihubungi. Siapa tahu ada yang ngajak kerjasama kan?
Mau gak? Jadi jangan menutup diri.

Gimana sih caranya nulis travel blogging? Jawabannya sudah sangat sering kamu dengar. Apalagi kamu yang pernah belajar jurnalistik. Salam hangat dari 5W+1H ..

Selain mas Harris, ada mas Yudi dari @ezytravelindo nih yang memberikan angin segar buat para travellers. Bahwasanya kamu bisa booking tiket 24 jam! Waw.




Menampilkan IMG_20150110_133202.jpg
Ini Mas Yudi dar Ezy Travel

Dan di @ezytravelindo kamu gak cuma bisa booking tiket pesawar atau tiket hotel aja tapi juga kamu bisa ikut paket wisata dari @ezytravelindo. Dan yang lebih okenya lagi, cuma di @ezytravelindo yang menyediakan Cruise buat kamu kamu semuaa.

Ada satu misi baik @ezytravelindo yang bikin gue kembali bilang 'waw' dan mendukungnya!

"Lebih cintai daerahmu. Kulik apa yang ada disana. Tulis di blogmu! Dan kenalkan pada semua."

Dan karena atas dasar cinta Indonesia itulah, @ezytravelindo membuat blog Hello Bogor. Khusus buat kita semua para blogger bogor untuk memperkenalkan Bogor!

Dan berita baiknya, Bogor adalah kota pertama yang dibuatkan wadah kreatif ini. Yeeey, Congrats!

Seneng banget deh belajar bareng @KelasBogor kemarin. Aseli senengnya. Bener-bener memperluas networking dan dapet ilmu dan inspirasi baru buat nulis. Karena sejujurnya gue adalah orang yang minat travelling tapi belum nekat melakukannya. Selama ini cuma sekedar jalan-jalan ke tempat deket dan yang paling jauh itu Yogya. Hehehe

Semangat yuk untuk terus nulis, posting di blog dan melakukan hal itu tanpa ada capeknya. 

Untuk eksplor lagi apa yang kamu punya!





Menampilkan IMG_20150110_191221.jpg
pose pertama


Menampilkan IMG_20150110_163509.jpg
pose kedua


Menampilkan IMG_20150111_163507.jpg
Saidah-Kartika-Selviana-Putri Fadhilah



Salam,
Saidahumaira

Jiwa Yang Terbelenggu

on
1/08/2015





Pernahkah kamu merasa 'mengambang'?

Rasanya begitu sulit untuk dideskripsikan dengan kata-kata.
Tiba-tiba kamu kehilangan semangat untuk melakukan apapun. Padahal kamu begitu ingin melakukan sesuatu.
Tiba-tiba merasa mati tapi hidup dan hidup tapi mati. Seperti terjebak dalam dunia dan imajinasimu sendiri.
Kadang kamu bisa melakukan sesuatu, tapi entah hatimu tak disana menemanimu.
Mungkin seperti punya perasaan tapi tak merasakan. Bagaimana ya?
-----
Jiwa, aku seperti kehilanganmu.
Aku seperti asing. Aku seperti terbelenggu yang 'bukan aku'.
Lalu dimana dirimu, jiwa?
Mengapa bisa jiwaku tercuri dari diriku sendiri?
Bagaimana ceritanya raga dan jiwa terpisah, tak menyatu?
Bagai robot yang hanya menjalankan perintah, dimana jiwa yang mampu membuatnya indah?
Yang dibutuhkan adalah menemukan sesuatu yang kamu nikmati. Dimana jiwa dan ragamu menyatu dalam hidupmu.
Libatkan Allah dalam setiap perkaramu.



Saidah

Happy a new you!

on
1/01/2015

Selamat Tahun baru bloggers!
Eh gak telat kan ya ngucapinnya? Gak mesti tengah malem kan? Hehe
Gimana caramu menyambut tahun baru semalam?
Barbeque party? Fireworks party? Muhasabah? Atau apa?
Gue? Kalo gue, ..... Hiks sayangnya semalem gue sakit. Tiba-tiba gue sakit perut alias diare. Mondar-mandir kamar, kamar mandi, kamar lagi, kamar mandi lagi. Dan akhirnya gue memutuskan untuk tidur lebih cepat. Gak ngikutin euforia kembang api yang meletup letup di langit. Sibuk meringkuk kesakitan dan berselimut tebal menghangatkan badan.
Di tahun baru sebelum-sebelumnya, biasanya gue jalan-jalan ke Jakarta atau Tangerang sekeluarga. Makan-makan terus mendekati tengah malam, gue stop di daerah gading serpong. Menikmati malam bareng puluhan pengendara mobil motor lainnya, minggir di jalanan dan voilaaaa... Nontonin kembang api sambil ngemil-ngemil brutal. Hihi. Kelar nontonin kembang api barulah gue balik ke rumah. Sim-ple!
Perayaan tuh cuma kulit, doa lo, harapan lo, dan kerja keras lo buat wujudin apapun impian lo itu baru buahnya! Manis pahitnya ya tergantung gimana kerja keras lo!
Anyway, gimana 2014 kemarin? Gimanapun 2014 yang udah lo lewatin, baik buruknya, seneng sedihnya, bahagia susahnya, tetep bersyukur atas ya semua itu. Karena kalo kita bersyukur, Allah pasti akan kasih nikmat lebih dari yang kita dapet kemarin.
Oiya, apa resolusi 2015? Be better sih udah pasti ya. Dan ya wajib lebih baik sih, karena siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin itu adalah ciri orang beruntung. And we hope we lucky!
Apapun resolusi 2015 mu, apapun cita-cita 2015 mu, semoga kamu bisa meraihnya. Dengan cara yang baik dan benar! :)
Are you ready to be new you?
Happy a new you, guys!
Jadi diri yang baru yang lebih taat dan bermanfaat yuk!
Salam,
Saidahumaira