"Menangislah Siti!!" sepasang mata itu terus menatap Siti yang terduduk di sudut ruangan.
Siti semakin terisak, sesekali ia memberontak. Sesekali ia berteriak, memaki lelaki botak yang sedari tadi menatap dingin ke arahnya.
Lelaki botak itu, Duta. Teman terbaik yang telah menjadi bagian dari hidup Siti lebih dari seratus bulan. Duta, yang diam-diam menyimpan rasa pada Siti selama bertahun-tahun. Entah pura-pura tak tahu atau benar lugu, segala perhatian dan cinta yang tersirat di balik laku Duta tak bernilai di mata Siti. Bahkan Siti terkesan mencampakan Duta setelah lelaki botak itu memberanikan diri menyatakan perasaannya.
"Kenapa lo lakuin ini Duta? Gue ini sahabat lo. Sampai kapan pun kita tetap sahabat."
Duta tersenyum sinis. Mata bulatnya menyipit. Ia berjalan dengan angkuh, menghampiri Siti yang masih diam di posisinya.
"Sahabat? Siapa sahabat? Lo tuh BODOH ATAU LUGU?!"
Seketika suasana menegang. Hari ini, Duta berbeda dari yang selama ini Siti kenal. Di ruang gelap dan pengap itu persahabatan mereka seakan menguap, tak berarti apapun. Terlebih di mata Duta. Rasa kecewa itu membuat ia gelap hati, menjadikannya sosok penuh ambisi. Meraih apapun meski dengan jalan keji.
"Kenapa lo gak sadar juga kalo gue cinta sama lo?! Kenapa ?!"
"Lo sahabat gue. Dan gue gak mau persahabatan kita ancur, Ta."
"Hati gue yang ancur, jalang!" Duta tertawa remeh.
Siti menunduk. Air matanya kembali jatuh. Kalimat yang baru saja ia dengar begitu menyayat hatinya, lebih dari diperlakukan bak tahanan seperti saat ini.
"Liat gue! Liat gue!" tangan kanan Duta memegang wajah Siti, memaksa Siti melihat ke arahnya.
Berkali-kali Duta memaksa Siti untuk melihat ke arahnya, berkali-kali pula Siti mengalihkan wajahnya.
"Lo gak tau kan gimana rasanya saat silih berganti lo ngenalin banyak laki-laki ke gue? Lo gak tau gimana rasa sakitnya? Lo gak tau kan?!"
Duta semakin mengeraskan bicaranya membuat Siti semakin merasa takut dan terancam. Sedetik kemudian, Duta melayangkan tinjunya pada dinding tepat di samping Siti. Siti tersentak, kaget. Seketika, Siti memeluk Duta yang sedang membabi buta.
Keduanya diam. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir keduanya. Dada mereka saling bertemu dalam dekap. Duta bisa merasakan denyut hati Siti, begitupun Siti. Mereka saling membaca arti dari setiap detak dan hembusan nafas. Perlahan, Duta membalas pelukan Siti dan mendekapnya begitu erat. Hingga dada Duta basah karena air mata Siti. Mereka sedang menyelami hati. Perlahan Duta mampu membaca tentang perasaan tersembunyi yang tak pernah diungkapkan Siti. Perasaan yang meluluhkan amarah Duta. Meredam laku kesetanan yang tak seharusnya.
Cerita ini sedang diikutkan giveaway www.doddyrakhmat.com
Saidah
Sukses sama Giveawaynya :)
BalasHapus