Mungkinkah Kita Ada Kesempatan?

on
1/18/2016


Mungkinkah kita ada kesempatan
Ucapkan janji takkan berpisah
Selamanya


Setiap hari, lebih dari 500 notifikasi bertandang di instagramnya. Mulai dari pujian para pengagum sampai cacian para pencela. Namun yang menarik perhatiannya hingga terbawa dalam lamunan, bukan tentang kedua hal itu. Tetapi tentang Adam Pieter, lelaki blasteran Indonesia Inggris. Yang entah harus ia sebut sebagai siapa di hidupnya.

Dua tahun yang lalu, Adam Pieter adalah kekasih yang tak pernah ia publikasikan kepada siapapun. Itu sudah menjadi kesepakatan mereka. Bahwa kisah cinta itu belum pantas untuk diangkat ke permukaan. Mereka berdua sama-sama baru saja tersakiti oleh hati sebelumnya. Dan terlalu cepat rasanya jika harus mengabarkan bahwa mereka kini bersama. Sebagai seorang seniman peran, Astari dan Adam sering kali terlibat pekerjaan yang sama. Bahkan mungkin terlampau sering mereka dipasangkan dalam satu judul film atau sinetron yang meminta keduanya harus saling mengakrabi satu sama lain.

Kisah cinta itu berjalan indah meski sembunyi-sembunyi. Hingga akhirnya publik sudah bisa menerka bahwa ada asmara di antara ia dan Adam. Sebab seringkali keduanya mengunggah bingkai kebersamaan yang menyiratkan bahwa mereka saling memiliki. Saat ditanya para pewarta, mereka tersenyum dalam-dalam. Seolah menyiratkan dua makna, antara cinta atau teman saja.

Hingga suatu hari

Adam Pieter
Bey, kamu berhijab?
                                                (13.31)

Astari diam. Entah ia harus menjelaskan bagaimana. Seminggu setelah kepulangannya dari menunaikan ibadah umroh di tanah suci, ia memutuskan untuk menutup seluruh tubuhnya yang memang tak sepatutnya diumbar. Hidayah Allah telah sampai di hatinya. Memang, niatan itu masih sering kali goyah. Namun, dari dasar kalbunya, ia telah mengimani kebenaran itu. Kebenaran bahwa setiap muslimah wajib menutup auratnya.

Adam Pieter
Bey, kok cuma dibaca aja?
                                                                (14.12)

Adam Pieter
Bey, bales dong. Kamu kenapa? Cerita sama aku.
                                                                                                (14.30)

Tari masih belum membalas chat Adam. Ia terlarut memikirkan sesuatu. Adam, menjadi salah satu hal yang membuatnya goyah. Selain kontrak-kontrak pekerjaan yang masih menuntut dirinya yang dahulu. Memang belum pasti, tetapi keputusannya berhijab jelas akan memengaruhi kelanjutan kisahnya dengan Adam. Terlebih kini ia mulai paham bahwa berkasih hanya diperbolehkan bagi yang telah terikat pernikahan. Itu artinya hubungan ia dengan Adam berada di ujung perpisahan. Dan Tari masih belum siap untuk itu.

Adam Pieter
Bey, aku ontheway ke rumah kamu. Kamu di rumah kan?
                                                                                                                                (15.10)               

Teeeet. Bunyi klakson terdengar di depan pintu pagarnya, tiga kali. Tari mengintip dari balik gorden, benar saja mobil SUV New Dodge Journey warna hitam tengah masuk ke pekarangan rumahnya. Itu Adam. Tak lama, Adam turun dari mobil dengan sejinjing buah tangan. Ia disambut ramah oleh Pak Imin, satpam rumah Tari. Adam kemudian pamit untuk masuk ke dalam setelah memastikan Tari ada di rumah. Tari masih terus berpikir, apa yang hendak ia sampaikan pada Adam. Dan bagaimana ia harus berpenampilan. Sampai ia dikejutkan kehadiran Adam di depan pintu kamarnya.

“Bey, aku masuk ya.”

Belum sempat Tari memberi izin, Adam sudah berdiri di hadapannya dan seketika menciumi kedua pipinya. Tiba-tiba Tari merasa sangat berdosa dengan ritual yang selalu ia lakukan saat ‘hello’ dan ‘good bye’. Tari mendorong pelan tubuh Adam yang hendak menumpahkan segala rindu padanya. Pelukan Adam adalah yang paling menenangkan, namun kini menjadi yang ingin ia jauhi.

“Aku kangen tau. Kamu kenapa sih?”

Adam melonggarkan dekapannya. Menatap Tari yang meminta jarak beberapa senti. Adam baru menyadari bahwa Tari berpakaian tidak seperti biasanya. Busananya tertutup, tidak lagi serba minimalis yang memperlihatkan bagaimana menawannya tubuh Tari. Meski belum sempat mengenakan kerudung, Adam mulai membaca bahwa isu tentang berhijabnya Tari bukan rumor belaka.

“Kamu beneran berhijab, bey?”

Adam bertanya hati-hati. Dalam hati, akhirnya Tari meyakini bahwa ia akan mantap memulai hidup barunya. Melupakan semua gaun super mini yang sering kali membuat semua wanita iri melihat tubuhnya yang proprosional. Dan juga mungkin melupakan hubungannya dengan Adam, lelaki istimewa di hatinya.

“Iya Dam. Aku mau berhijab. InshaAllah semoga aku istiqomah. Kamu doain aku ya, Dam.”

Detik ini, giliran Adam yang diam. Kenyataan indah di depan matanya, tak mungkin ia tepis dengan seongok nafsu untuk memiliki. Tari berhak menentukan hidupnya, tanpa persetujuan apapun dari Adam. Adam hanya perlu tahu. Bukan untuk memutuskan, tetapi untuk mendukung penuh apapun yang Tari lakukan selama itu adalah baik. Tari sudah satu langkah di depannya. Dengan kemenangan melawan nafsu diri yang sempat memintanya berhijab nanti-nanti. Tari sudah satu langkah di depannya. Dan Adam tidak ingin membuat kekasih hatinya itu mundur. Agar jarak mereka tetap beriringan, Adam yang harus maju.

“Aku dukung kamu, bey.”

Kalimat pendek yang diucapkan Adam seketika melepaskan jerat-jerat gamang dalam benak Tari. Senyum manis Adam yang tulus membuat hatinya lebih lapang. Dan Tari masih terus mengingat detik itu. Detik dimana Adam masih bersedia berada di sisinya. Meski hubungan itu tak lagi pantas disebut kekasih. Adam tetap menjadi orang paling dekat untuk Tari.

Sampai saat ini, delapan bulan sudah Tari resmi mengenakan hijabnya. Delapan bulan juga ia dan Adam masih tetap bersama meski tidak lagi mesra. Bersama bukan sebagai sepasang kekasih, namun juga terlalu istimewa jika hanya sekedar disebut teman biasa. Kisah kasih mereka yang sejak dulu tidak pernah terkonfirmasi, terus menerus menggilir banyak tanya di benak pengguna sosial media. Dari teralirinya doa-doa agar ia dan Adam berjodoh dalam pernikahan hingga pada sebutan perempuan pemberi harapan palsu yang disematkan.

Ketidakjelasan hubungan itu akhirnya membuat Adam bersuara. Mencoba mencerahkan keadaan dengan pernyataan yang tegas namun tetap menyisa tanya.

“Saya sama Tari berhubungan baik. Kita dekat. Dari dulu kita dekat. Kita saling sayang,” ucap Adam sambil tersenyum kepada awak media.

Namun ketika ditanya tentang status hubungan itu. Adam tak mampu menjawab. Bukan tak mau, tetapi benar-benar tidak mampu harus menjawab apa pertanyaan sederhana itu. Sebenarnya gosip semacam ini tentu menjadi sebuah keuntungan yang membuat nama semakin melambung karena sering kali dibicarakan. Berbagai tawaran kerja silih berganti berdatangan berbanding lurus dengan menanjaknya popularitas. Tetapi, itu justru memberi keresahan pada Tari.

“Aku mulai kepikiran.”

Adam membuka percakapan sore ini dengan sebuah kalimat yang langsung menusuk pada permasalahan. Adam dan Tari memang telah menyusun pertemuan. Mereka harus membahas tentang hubungan spesial namun tak jelas arahnya.

“Aku juga. Bukan cuma fans yang mau tahu, manajemen juga udah mulai nanyain. Sebenarnya kita gimana?” Tari menatap Adam yang terlihat berpikir mencari solusi.

“Kamu maunya kita gimana?” Adam balik bertanya.

“Dulu, kita udah pernah bahas ini. Bahwa aku sama kamu gak terburu waktu sama harapan masyarakat yang berharap kita berjodoh. Kita punya kehidupan masing-masing dan kita gak ambil pusing. Kita sudah pernah menyerahkan sama waktu. Tapi sekarang, entah rasanya sudah mulai mengganggu, Dam.”

Ada gejolak yang tiba-tiba menghimpit dada. Tari ingin sekali rasanya menangis. Kini, ia dan Adam tidak lagi bisa lari. Melempar jawaban klasik tentang waktu. Mereka sudah harus memutuskan.

“Jodoh gak ada yang tahu. Kita gak pernah menutup pintu kemungkinan itu dengan tetap menjaga hubungan baik ini. Meski kita pun gak tahu, apa jodoh itu berpihak sama kita atau harapan semu.”

Tari bicara lagi. Kali ini, air mata telah luruh perlahan. Sebagai manusia normal, ingin rasanya Adam memeluk Tari, menenangkan. Namun sebagai seorang muslim, ia tahu itu tak boleh. Ia tidak ingin mengotori kesucian Tari yang sedang berusaha istiqomah berhijrah. Begitupun dengannya. Keputusan Tari berhijab beberapa waktu silam, seolah memberi sebulat keyakinan bahwa Tari adalah perempuan baik yang ia ingini. Perempuan yang tidak patut ia pacari, tetapi harusnya ia nikahi. Namun, waktu belum mengizinkan Adam untuk menyegerakan kebahagiaan itu. Atas nama impian, mereka berdua tetap berjalan bersama meski tanpa ikatan apa-apa.

“Maaf Tari, aku melepas.”

Air mata itu makin deras. Adam mengucapkan satu hal yang menjadi ketakutannya. Tari menatap tak percaya, meski ia sudah menduga. Tari memejam matanya. Mencoba mereda rasa sakit dalam kegelapan. Sampai ia tak sadar, Adam telah pergi meninggalkannya duduk sendiri.

Ting. Sebuah pesan singkat masuk. Tari membuka matanya perlahan. Pandangannya sedikit kabur, sebab air mata yang terlalu deras di pelupuk mata. Ia masih belum menyadari, Adam tidak lagi ada di hadapannya.

Adam Pieter
Jangan nangis terus, bey. Aku tunggu di depan rumah ya.
                                                                                                                                (17.01)

Tari menatap takjub apa yang ada di hadapannya. Usai membersihkan wajahnya yang sembab karena air mata. Ia harus kembali menangis. Kali ini, wajahnya tidak sendu. Namun, penuh haru. Di hadapannya, Adam tidak sendiri. Di hadapannya, seluruh keluarga ia dan Adam berkumpul, mengenakan pakaian yang sama. Putih. Belum usai takjubnya, Adam bersimpuh. Bukan di hadapan Tari, namun di hadapan ayah Tari. Meminta restu.

“Om, Adam mau meminta izin sama Om. Adam mau melamar Tari.”

Meski terbata dan terlihat sekali gugupnya, Adam mengucap tulus. Sebab ini bukan sandiwara yang telah ia pahami naskahnya. Meski ia sudah pernah melamar Tari dalam layar kaca. Tetap saja berbeda. Sebab, ini hidupnya yang nyata.

“Om izinkan dan restui.”

Tari berjalan kilat, menuju sang ayah dan memeluknya erat. Air matanya sedari tadi tumpah dan kini membasahi kemeja putih ayah. Lama ia mendekap, menghabisi tangisnya agar siap menyambut Adam dengan senyum.

“Astari, jodoh memang gak ada yang tahu. Tapi aku tahu, aku harus apa kalau aku mau kamu jadi jodohku.”




Saidah


Catatan

Ini adalah challenge grup OWOP. Membuat cerita fiksi dari lagu Payung Teduh - Berdua Saja.





Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf apabila ada kesamaan kisah maupun tokoh.



7 komentar on "Mungkinkah Kita Ada Kesempatan?"