Mungkinkah kita ada kesempatan
Ucapkan janji takkan berpisah
Selamanya
Setiap hari,
lebih dari 500 notifikasi bertandang di instagramnya. Mulai dari pujian para
pengagum sampai cacian para pencela. Namun yang menarik perhatiannya hingga
terbawa dalam lamunan, bukan tentang kedua hal itu. Tetapi tentang Adam Pieter,
lelaki blasteran Indonesia Inggris. Yang entah harus ia sebut sebagai siapa di
hidupnya.
Dua tahun
yang lalu, Adam Pieter adalah kekasih yang tak pernah ia publikasikan kepada
siapapun. Itu sudah menjadi kesepakatan mereka. Bahwa kisah cinta itu belum
pantas untuk diangkat ke permukaan. Mereka berdua sama-sama baru saja tersakiti
oleh hati sebelumnya. Dan terlalu cepat rasanya jika harus mengabarkan bahwa
mereka kini bersama. Sebagai seorang seniman peran, Astari dan Adam sering kali
terlibat pekerjaan yang sama. Bahkan mungkin terlampau sering mereka
dipasangkan dalam satu judul film atau sinetron yang meminta keduanya harus
saling mengakrabi satu sama lain.
Kisah cinta
itu berjalan indah meski sembunyi-sembunyi. Hingga akhirnya publik sudah bisa
menerka bahwa ada asmara di antara ia dan Adam. Sebab seringkali keduanya
mengunggah bingkai kebersamaan yang menyiratkan bahwa mereka saling memiliki. Saat
ditanya para pewarta, mereka tersenyum dalam-dalam. Seolah menyiratkan dua
makna, antara cinta atau teman saja.
Hingga suatu
hari
Adam
Pieter
Bey,
kamu berhijab?
(13.31)
Astari diam.
Entah ia harus menjelaskan bagaimana. Seminggu setelah kepulangannya dari
menunaikan ibadah umroh di tanah suci, ia memutuskan untuk menutup seluruh
tubuhnya yang memang tak sepatutnya diumbar. Hidayah Allah telah sampai di
hatinya. Memang, niatan itu masih sering kali goyah. Namun, dari dasar
kalbunya, ia telah mengimani kebenaran itu. Kebenaran bahwa setiap muslimah
wajib menutup auratnya.
Adam
Pieter
Bey,
kok cuma dibaca aja?
(14.12)
Adam
Pieter
Bey,
bales dong. Kamu kenapa? Cerita sama aku.
(14.30)
Tari masih
belum membalas chat Adam. Ia terlarut memikirkan sesuatu. Adam, menjadi salah
satu hal yang membuatnya goyah. Selain kontrak-kontrak pekerjaan yang masih menuntut
dirinya yang dahulu. Memang belum pasti, tetapi keputusannya berhijab jelas
akan memengaruhi kelanjutan kisahnya dengan Adam. Terlebih kini ia mulai paham
bahwa berkasih hanya diperbolehkan bagi yang telah terikat pernikahan. Itu
artinya hubungan ia dengan Adam berada di ujung perpisahan. Dan Tari masih
belum siap untuk itu.
Adam Pieter
Bey, aku ontheway
ke rumah kamu. Kamu di rumah kan?
(15.10)
Teeeet. Bunyi
klakson terdengar di depan pintu pagarnya, tiga kali. Tari mengintip dari balik
gorden, benar saja mobil SUV New Dodge Journey warna hitam tengah masuk ke
pekarangan rumahnya. Itu Adam. Tak lama, Adam turun dari mobil dengan sejinjing
buah tangan. Ia disambut ramah oleh Pak Imin, satpam rumah Tari. Adam kemudian
pamit untuk masuk ke dalam setelah memastikan Tari ada di rumah. Tari masih
terus berpikir, apa yang hendak ia sampaikan pada Adam. Dan bagaimana ia harus
berpenampilan. Sampai ia dikejutkan kehadiran Adam di depan pintu kamarnya.
“Bey, aku
masuk ya.”
Belum sempat
Tari memberi izin, Adam sudah berdiri di hadapannya dan seketika menciumi kedua
pipinya. Tiba-tiba Tari merasa sangat berdosa dengan ritual yang selalu ia
lakukan saat ‘hello’ dan ‘good bye’. Tari mendorong pelan tubuh Adam yang
hendak menumpahkan segala rindu padanya. Pelukan Adam adalah yang paling
menenangkan, namun kini menjadi yang ingin ia jauhi.
“Aku kangen
tau. Kamu kenapa sih?”
Adam
melonggarkan dekapannya. Menatap Tari yang meminta jarak beberapa senti. Adam
baru menyadari bahwa Tari berpakaian tidak seperti biasanya. Busananya
tertutup, tidak lagi serba minimalis yang memperlihatkan bagaimana menawannya
tubuh Tari. Meski belum sempat mengenakan kerudung, Adam mulai membaca bahwa
isu tentang berhijabnya Tari bukan rumor belaka.
“Kamu
beneran berhijab, bey?”
Adam
bertanya hati-hati. Dalam hati, akhirnya Tari meyakini bahwa ia akan mantap
memulai hidup barunya. Melupakan semua gaun super mini yang sering kali membuat
semua wanita iri melihat tubuhnya yang proprosional. Dan juga mungkin melupakan
hubungannya dengan Adam, lelaki istimewa di hatinya.
“Iya Dam.
Aku mau berhijab. InshaAllah semoga aku istiqomah. Kamu doain aku ya, Dam.”
Detik ini,
giliran Adam yang diam. Kenyataan indah di depan matanya, tak mungkin ia tepis
dengan seongok nafsu untuk memiliki. Tari berhak menentukan hidupnya, tanpa
persetujuan apapun dari Adam. Adam hanya perlu tahu. Bukan untuk memutuskan,
tetapi untuk mendukung penuh apapun yang Tari lakukan selama itu adalah baik.
Tari sudah satu langkah di depannya. Dengan kemenangan melawan nafsu diri yang
sempat memintanya berhijab nanti-nanti. Tari sudah satu langkah di depannya.
Dan Adam tidak ingin membuat kekasih hatinya itu mundur. Agar jarak mereka
tetap beriringan, Adam yang harus maju.
“Aku dukung
kamu, bey.”
Kalimat
pendek yang diucapkan Adam seketika melepaskan jerat-jerat gamang dalam benak
Tari. Senyum manis Adam yang tulus membuat hatinya lebih lapang. Dan Tari masih
terus mengingat detik itu. Detik dimana Adam masih bersedia berada di sisinya.
Meski hubungan itu tak lagi pantas disebut kekasih. Adam tetap menjadi orang
paling dekat untuk Tari.
Sampai saat
ini, delapan bulan sudah Tari resmi mengenakan hijabnya. Delapan bulan juga ia
dan Adam masih tetap bersama meski tidak lagi mesra. Bersama bukan sebagai
sepasang kekasih, namun juga terlalu istimewa jika hanya sekedar disebut teman
biasa. Kisah kasih mereka yang sejak dulu tidak pernah terkonfirmasi, terus
menerus menggilir banyak tanya di benak pengguna sosial media. Dari teralirinya
doa-doa agar ia dan Adam berjodoh dalam pernikahan hingga pada sebutan perempuan
pemberi harapan palsu yang disematkan.
Ketidakjelasan
hubungan itu akhirnya membuat Adam bersuara. Mencoba mencerahkan keadaan dengan
pernyataan yang tegas namun tetap menyisa tanya.
“Saya sama
Tari berhubungan baik. Kita dekat. Dari dulu kita dekat. Kita saling sayang,”
ucap Adam sambil tersenyum kepada awak media.
Namun ketika
ditanya tentang status hubungan itu. Adam tak mampu menjawab. Bukan tak mau,
tetapi benar-benar tidak mampu harus menjawab apa pertanyaan sederhana itu. Sebenarnya
gosip semacam ini tentu menjadi sebuah keuntungan yang membuat nama semakin
melambung karena sering kali dibicarakan. Berbagai tawaran kerja silih berganti
berdatangan berbanding lurus dengan menanjaknya popularitas. Tetapi, itu justru
memberi keresahan pada Tari.
“Aku mulai
kepikiran.”
Adam membuka
percakapan sore ini dengan sebuah kalimat yang langsung menusuk pada
permasalahan. Adam dan Tari memang telah menyusun pertemuan. Mereka harus
membahas tentang hubungan spesial namun tak jelas arahnya.
“Aku juga.
Bukan cuma fans yang mau tahu, manajemen juga udah mulai nanyain. Sebenarnya
kita gimana?” Tari menatap Adam yang terlihat berpikir mencari solusi.
“Kamu maunya
kita gimana?” Adam balik bertanya.
“Dulu, kita
udah pernah bahas ini. Bahwa aku sama kamu gak terburu waktu sama harapan
masyarakat yang berharap kita berjodoh. Kita punya kehidupan masing-masing dan
kita gak ambil pusing. Kita sudah pernah menyerahkan sama waktu. Tapi sekarang,
entah rasanya sudah mulai mengganggu, Dam.”
Ada gejolak
yang tiba-tiba menghimpit dada. Tari ingin sekali rasanya menangis. Kini, ia
dan Adam tidak lagi bisa lari. Melempar jawaban klasik tentang waktu. Mereka
sudah harus memutuskan.
“Jodoh gak
ada yang tahu. Kita gak pernah menutup pintu kemungkinan itu dengan tetap
menjaga hubungan baik ini. Meski kita pun gak tahu, apa jodoh itu berpihak sama
kita atau harapan semu.”
Tari bicara
lagi. Kali ini, air mata telah luruh perlahan. Sebagai manusia normal, ingin
rasanya Adam memeluk Tari, menenangkan. Namun sebagai seorang muslim, ia tahu
itu tak boleh. Ia tidak ingin mengotori kesucian Tari yang sedang berusaha
istiqomah berhijrah. Begitupun dengannya. Keputusan Tari berhijab beberapa
waktu silam, seolah memberi sebulat keyakinan bahwa Tari adalah perempuan baik
yang ia ingini. Perempuan yang tidak patut ia pacari, tetapi harusnya ia
nikahi. Namun, waktu belum mengizinkan Adam untuk menyegerakan kebahagiaan itu.
Atas nama impian, mereka berdua tetap berjalan bersama meski tanpa ikatan
apa-apa.
“Maaf Tari,
aku melepas.”
Air mata itu
makin deras. Adam mengucapkan satu hal yang menjadi ketakutannya. Tari menatap
tak percaya, meski ia sudah menduga. Tari memejam matanya. Mencoba mereda rasa
sakit dalam kegelapan. Sampai ia tak sadar, Adam telah pergi meninggalkannya
duduk sendiri.
Ting. Sebuah
pesan singkat masuk. Tari membuka matanya perlahan. Pandangannya sedikit kabur,
sebab air mata yang terlalu deras di pelupuk mata. Ia masih belum menyadari,
Adam tidak lagi ada di hadapannya.
Adam
Pieter
Jangan
nangis terus, bey. Aku tunggu di depan rumah ya.
(17.01)
Tari menatap
takjub apa yang ada di hadapannya. Usai membersihkan wajahnya yang sembab karena
air mata. Ia harus kembali menangis. Kali ini, wajahnya tidak sendu. Namun,
penuh haru. Di hadapannya, Adam tidak sendiri. Di hadapannya, seluruh keluarga
ia dan Adam berkumpul, mengenakan pakaian yang sama. Putih. Belum usai takjubnya,
Adam bersimpuh. Bukan di hadapan Tari, namun di hadapan ayah Tari. Meminta
restu.
“Om, Adam
mau meminta izin sama Om. Adam mau melamar Tari.”
Meski terbata
dan terlihat sekali gugupnya, Adam mengucap tulus. Sebab ini bukan sandiwara
yang telah ia pahami naskahnya. Meski ia sudah pernah melamar Tari dalam layar
kaca. Tetap saja berbeda. Sebab, ini hidupnya yang nyata.
“Om izinkan
dan restui.”
Tari
berjalan kilat, menuju sang ayah dan memeluknya erat. Air matanya sedari tadi
tumpah dan kini membasahi kemeja putih ayah. Lama ia mendekap, menghabisi
tangisnya agar siap menyambut Adam dengan senyum.
“Astari, jodoh
memang gak ada yang tahu. Tapi aku tahu, aku harus apa kalau aku mau kamu jadi
jodohku.”
Saidah
Catatan
Ini adalah challenge grup OWOP. Membuat cerita fiksi dari lagu Payung Teduh - Berdua Saja.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf apabila ada kesamaan kisah maupun tokoh.
Bagus, Sai. :)
BalasHapusMakasih mba Ci :))) Alhamdulillah
HapusSuka sukaaa
BalasHapusNice story
BalasHapusandai kayak gini cerita gw 360° beda jauh.
Nice story
BalasHapusandai kayak gini cerita gw 360° beda jauh.
Ceritanya ok banget,,,
BalasHapusTulisannya bagus banget,, saya suka sekaliii
BalasHapus