Untuk : Jasmine.
Jasmine, maafkan aku berkata lewat surat.
Aku melepaskanmu, Jasmine.
Kamu tidak perlu lagi menungguku.
Aku bukan siapa-siapamu lagi.
Terima kasih untuk segalanya.
Terima kasih untuk 45 bulan yang indah.
Aku yakin hidupmu lebih bahagia, tanpa aku.
-
Arsa.
Ku putuskan untuk menulis surat ini, mengakhiri segala ketidakjelasan yang terjadi antara aku dan Jasmine. Sudah hampir lima bulan ia tiada kabar, tidak ada satu pun suratku yang ia balas. Tidak satu pun. Pernah suatu kali, aku terpaksa menghubunginya lewat telepon rumah. Meski sebenarnya dari dulu Jasmine mati-matian melarangku. Aku butuh kabarnya, aku butuh tahu bagaimana perasaannya kepadaku. Maka, ku beranikan diri untuk melanggar apa yang ia larang. Dan aku terkejut mendapati satu fakta tentang Jasmine disana. Satu fakta yang ku dengar langsung dari ayah Jasmine, tentang....perjodohannya.
“Sebaiknya, nak Arsa jangan lagi memberi Jasmine harapan kosong. Jasmine sudah terlalu lama menunggu nak Arsa yang tidak pasti kedatangannya. Jasmine sudah bapak jodohkan dengan seorang pemuda sholeh. Lepaskanlah Jasmine, jika memang nak Arsa mencintainya.”
Saat mendengar itu, aku tidak bisa berkata apa-apa. Sebab lebih jauh ayah Jasmine menjelaskan, aku lebih sadar diri tentang siapa aku. Pemuda sholeh bernama Ditya, yang hafalannya sudah setengah juz Al – Quran. Lulusan terbaik Al – Azhar Kairo dan kini ia mungkin menjadi pemuda terbaik di mata ayah Jasmine. Pemuda terbaik yang pantas mendampingi Jasmine.
“Lo serius mau melepas, Jasmine?” Ganen mengangetkanku.
Sudah dua hari Ganen berada di Jerman. Ia datang untuk menjemputku. Sebenarnya hari ini aku akan pulang ke Indonesia. Hari ini aku akan menjawab pertanyaan Jasmine akan kepulanganku. Tetapi, perbincangku dengan ayah Jasmine tiga hari yang lalu menjadi jawaban paling menyedihkan yang aku dapatkan atas pertanyaanku pada Jasmine.
“Lo gak mau untuk memperjuangkan, Jasmine, kak?” Ganen bicara lagi.
“Gue gak mau mempersulit Jasmine memilih.”
“Harusnya lo buktiin dong kalo lo pun layak menjadi pendamping Jasmine.”
Aku terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa. Ganen benar, seharusnya memang aku memperjuangkan Jasmine. Tapi, aku tidak bisa menjanjikan apa-apa, selain meminta Jasmine untuk lebih lapang bersabar. Kuliahku belum selesai, pekerjaanku belum tetap, dan yang harus ku tebali aku tidak se-sholeh Ditya, calon Jasmine. Jika kriteria kelayakan itu ada pada tiga hal tadi, jelas aku tidak layak mendampingi Jasmine. Bahkan bersaing dengan Ditya pun, aku tidak layak.
“Kak, jodoh seseorang itu kuasa Allah. Boleh jadi ayah Jasmine memang menjodohkan Ditya untuk Jasmine. Tapi, bukan berarti dengan begitu lantas Jasmine jadi jodohnya Ditya kan? Siapa tahu Jasmine memang jodoh lo, kak? Apa lo rela, jodoh lo direbut oleh orang lain?”
DEG. Aku tersentak kaget. Tertampar perkataan Ganen yang panjang lebar itu. Bukan tentang bisa jadi Jasmine adalah jodohku. Tetapi tentang, ..... merebut jodoh orang lain.
CATATAN :
Ini adalah Challenge menulis OWOP, temanya STORY BLOG TOUR. Di mana member lain yang sudah diberi urutan melanjutkan sesuai imajinasinya di blog pribadinya.
Saya Saidah Chumairoh mendapat giliran keempat. Biar ceritanya nyambung, kamu harus baca episode sebelumnya.
Episode 2 : Rahasia Jasmine – Debby Theresia
Episode 3 : Dialog – Tutut Laraswati
Episode 4 : Jodoh Untuk Jasmine – Saidahumaira
Episode 5 : Doddy Rakhmat (coming soon)
Silahkan mampir ke blog Doddy Rakhmat untuk tahu kelanjutan ceritanya.
Stop Wishing, Start Writing
Be First to Post Comment !
Posting Komentar