Aku tak tahu harus memulai ini darimana. Tapi aku bersyukur kamu pahami ini dengan bijak. Aku senang dan merasa lega. Meski kini kita harus berjauhan. Meski kini kita harus kembali berteman. Membatasi 'kedekatan' kita karena memang belum waktunya.
Pertemuan itu awalnya biasa. Berteman dan semua sangat biasa. Hidup kita tak saling bersentuhan. Hanya sekedar saling sapa sesama teman dalam organisasi. Intensnya hanya tiga bulan. Selebihnya jarang sekali ada pertemuan. Hingga beberapa tahun kemudian, cerita itu mulai menjadi tak biasa.
Pernahkah aku terpikir untuk jatuh cinta kepadamu? Tidak.
Pernahkah aku membayangkan bahwa kamu akan begitu berarti untukku? Tidak.
Aku tidak pernah membayangkan apapun tentang kita. Tidak pernah sama sekali. Saat bertemu kamu, aku telah dengan orang lain. Dan aku tidak melihat yang lain saat bersamanya.
Saat aku sudah tidak dengan masa laluku itu, aku pun tak pernah terpikir untuk bisa bersamamu. Tidak pernah. Antara aku dan kamu. Semua berjalan begitu apa adanya.
Aku sudah lama tahu kamu suka menulis. Tapi itu tak berarti apa-apa sampai kita terlibat percakapan seputar dunia itu. Dan untuk pertama kalinya aku bisa menemukan teman berbagi dengan kegemaran yang sama. Kita bicara banyak. Aku bahagia. Rasanya seperti :
Bangkitkan lagi mimpi-mimpi. Cita cinta yang lama ku pendam sendiri. Berdua, ku bisa percaya.
Sejak itu kita dekat. Kita berbagi. Kita mulai merancang mimpi berdua. Mimpi tentang menjadi seorang penulis. Kita saling menyemangati. Kita saling memuji, mengkritik. Lalu, kamu berkata bahwa kita adalah partner. Dan aku antusias dengan kerjasama kita.
Setiap hari, kita saling berbagi kabar. Kita saling menanyakan 'gimana hari ini kamu udah nulis belum?' atau 'cermin-nya udah jadi?' atau 'aku abis posting di blog, baca ya!' dan kalimat serupa itu. Kita teman, kita rekan.
Semakin banyak bicara denganmu. Semakin aku mengenalmu. Semakin aku menyadari sesuatu. Dan semakin aku gelisah tentang itu.
Tiba-tiba engkau ada. Kemudian engkau hadir.
Di matamu ku melihat ada cinta yang tersirat. Tirani hati merebak.
Biar saja waktu nanti yang menikmati kisah ini. Bersamamu aku senang.
Aku mungkin terlihat biasa saja. Namun ternyata kamu peka dan membaca, tentang isi hatiku yang tertulis dalam karya. Begitupun aku. Diam-diam hatiku bertanya, tentang isyarat yang ku baca dari setiap tulisanmu. Apakah kita sama?
Tapi tak satupun dari kita mencoba saling memastikan. Kita terlalu takut merusak semua yang sudah terjalin. Takut merusak pertemanan. Takut merusak impian. Takut saling menyakiti. Semuanya hanya tersimpan dalam diam.
Namun aku kembali berpikir, sampai kapan menunggu? Aku hanya ingin menanti orang yang jelas. Orang yang tepat. Aku takut terjebak dalam cinta sendirian. Aku takut masa lalu itu terulang. Masa lalu yang sempat membuatku begitu 'hati-hati' menaruh hati. Masa lalu yang sempat membuatku curiga pada setiap hati yang ingin mendekati. Aku takut dikecewakan lagi.
Saat pertama kali dekat denganmu, aku telah menyiapkan hati seumpama benar aku akan kembali kecewa. Dengan begitu aku tidak akan 'drama' jika memang semuanya hanya sepihak. Setidaknya itu sudah jelas. Dan aku akan lebih mudah menentukan sikap. Aku tak masalah. Karena menemukanmu sebagai teman bermimpi dan mewujudkan mimpi itu sudah membahagiakan.
Hingga akhirnya.
Maukah kamu mendampingi aku?
Aku terdiam membacanya. Sedari awal, kamu tahu bahwa aku sedang tidak mencari pacar. Aku sedang mencari pendamping, teman hidup. Aku menginginkan pernikahan. Sungguh aku tak main-main soal itu.
Kini, tiba-tiba aku meragu. Kamu kah?
Aku pernah meminta pada Tuhan untuk dipercaya kembali jatuh cinta. Jatuh cinta untuk yang terakhir kali, dengan dia yang Tuhan pilihkan untuk menjadi pendamping hidupku. Apakah itu kamu?
Aku tak menjawab pertanyaanmu. Meski sejujurnya aku senang. Karena sedari awal - semenjak dinyamankan kamu, kepada yang lain aku tidak tertarik - unknown
Aku justru mengembalikan pertanyaanmu dengan pertanyaanku. Jadi, seorang kamu udah resmi nih jatuh cinta sama aku?
Resmi? Mungkin terdengar aneh. Aku hanya memastikan ini bukan tentang pertemanan. Ini tentang hati.
Lalu, sejak itu kita menjalani semua dengan hati. Entah apa sebutan hubungan kita. Yang sering kita akui adalah 'kita teman luar biasa'. Sebab, kita sama-sama tidak ingin sekedar pacaran.
Entah ini apa namanya. Aku bisa percaya pada orang yang sudah lama tak berjumpa. Bahkan aku bisa jatuh hati tanpa tatap lebih dulu. Hanya karena sering banyak bicara dan mendengarkan. Hanya karena aku nyaman, aku menjadi diriku sendiri. Sebab -
Meski kau kini jauh disana. Kita memandang langit yang sama. Jauh di mata namun dekat di hati.
Dua hari setelah ulang tahunku, kita bertemu. Pertemuan pertama setelah bertahun-tahun tak jumpa. Pertemuan pertama ketika hubungan ini tak lagi sekedar teman biasa.
Bertemu orang tuaku, berbicara banyak sampai larut. Meski mungkin kamu lelah dan mengantuk karena perjalan jauh, tapi kamu tetap berbincang tanpa terburu untuk pamit pulang.
Esoknya. Kamu harus kembali ke tempat rantauanmu. Dan aku hanya bisa mengantarkanmu sampai Damri. Kamu berangkat lebih dulu, aku menyusul dengan adikku. Lima menit saja aku terlambat, aku tak bisa bertemu kamu meski hanya sekedar berucap "hati-hati".
Tahukah kamu betapa aku bersyukur pada Tuhan karena dipertemukan kembali denganmu?
Tahukan kamu betapa aku merasa sangat 'lengkap' bersamamu?
Tahukah kamu betapa aku sangat bahagia menemukanmu?
Aku tak tahu apakah ini terlalu dini. Namun sungguh ku akui, Kamu Yang Ku Tunggu.
Namun sejatinya, cinta tak seperti ini. Semakin aku merasa kamu begitu berarti, semakin aku ingin memilikimu.
Semakin aku mengharapkanmu, menjadi yang terakhir bagiku.
Terima kasih telah yakin padaku. Terima kasih telah mantap menjadikanku teman hidupmu.
Namun, jalan kita belum sampai disana. Dan selama menuju pada yang kita nantikan itu, bagaimana kita sebaiknya?
Aku pernah berkata bahwa tidak ingin pacaran. Aku ingin menikah. Dan sejak awalpun kamu tidak pernah memintaku menjadi pacarmu. Kamu menginginkanku jadi pendampingmu. Namun sepanjang waktu menunggu itu, aku dan kamu masih butuh banyak belajar. Sebab aku tak ingin kamu hanya sesaat. Sebab aku ingin jadi yang terbaik untukmu.
Demi cinta ku pergi, tinggalkanmu, relakanmu.
Untuk cinta, tak pernah ku sesali saat ini.
Ku alami, ku lewati.
Suatu saat ku kan kembali. Sungguh sebelum aku mati.
Dalam mihrab cinta ku berdoa, semoga.
Suatu hari kau kan mengerti siapa yang paling mencintai.
Dalam mihrab cinta ku berdoa pada-Nya.
Karena cinta ku ikhlaskan segalanya kepada-Nya.
Kita memutuskan saling mencintai dengan tidak bersama dulu. Kita saling merindu dalam doa. Saling menjaga dalam harap pada-Nya. Saling membuktikan cinta dengan sama-sama memperbaiki diri. Kita berjauhan untuk berdekatan jika sudah tiba saatnya. Jika Tuhan menghendaki kita berdua bersama dalam ikatan yang diridhoinya, kita akan kembali bersama dengan caranya yang indah.
Maafkan aku yang sering berkata "aku sayang kamu" padahal belum pantas aku mengucapkannya. Maafkan aku yang ingin memilikimu, padahal belum tiba waktunya.
Jika aku memang tercipta untukmu, ku kan memilikimu. Jodoh pasti bertemu.
speechless, bagus banget tulisannyaaa :')
BalasHapusWaaaah makasih yaa Nailil 😊. Makasih udah mampir dan baca 😄.
Hapus:)
BalasHapus