Ini bukanlah sebuah pembelaan diri saya atas sesuatu hal yang semestinya menjadi keahlian saya. Ya, saya adalah seorang ahli madya komunikasi, yang orang lain pasti akan berekspetasi bahwa saya amat sangat pintar sekali dalam hal berbicara. Namun, saya tidak demikian.
Banyak orang yang mempertanyakan jiwa ke-komunikasi-an saya. “Masa mahasiswa komunikasi kok gak pintar ngomong?”. Tetapi ketahuilah, bahwa ilmu komunikasi tidak hanya sekedar berbicara. Tulisan yang teman-teman baca sekarang ini juga sebagai bentuk komunikasi saya kepada teman-teman semua, tentu saja dengan menggunakan media, berupa blog.
Pernahkah teman-teman semua mendengar istilah “diam juga komunikasi?” Ya, bahkan ketika kita tidak melakukan apa-apa, itu juga merupakan sebuah bentuk komunikasi kita terhadap lawan bicara, dikatakan dengan komunikasi non verbal.
Sebenarnya saya sedikit gerah dengan orang yang ber-stigma negatif terhadap lulusan ilmu komunikasi yang tak pandai berbicara. Hello, semua orang memiliki bakatnya sendiri-sendiri. Kita semua tercipta unik. Bahkan seseorang yang kuliah tidak mengambil jurusan komunikasi pun bisa sangat pintar bercakap-cakap di depan umum (public speaking).
Lantas,hal ini bukan berarti menujukan kemana saja kami selama masa kuliah? Kami ada, kami mengikuti dan menikmati setiap proses ilmu yang dosen-dosen kami berikan. Tetapi jika berbicara soal bakat, tolong jangan disama-samakan apalagi dibanding-bandingkan.
Sejujurnya, saya lebih suka menulis. Dengan menulis saya merasa lebih mampu mengeksplorasi apa yang ada di pikiran dan hati saya dengan sistematis. Saya merasa lebih nyaman ketika menulis. Ada sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya bisa menulis sebuah tulisan, terlebih jika tulisan saya mendapatkan apresiasi sekecil apapun, misalnya dengan retweet di twitter.
Namun bukan berarti semua ilmu komunikasi yang saya pelajari selama kuliah menjadi sia-sia begitu saja, tentu saja tidak demikian. Ini hanya perpektif bagaimana cara menyampaikan. Dan saya lebih menyukai menyampaikan sesuatu dengan tulisan.
Saya juga senang berbicara, tetapi tidak untuk menjadi pembicara yang menjadi ekspetasi orang awam bahwa lulusan ilmu komunikasi haruslah menjadi public speaker, host, mc, announcer, dan sejenisnya.
Saya akan banyak berbicara dengan teman-teman saya, saya akan banyak berbicara dengan seseorang yag dekat dengan saya. Mereka yang dekat dengan saya pasti tidak setuju jika saya dikatakan pendiam, karena nyatanya saya amat sangat cerewet dengan mereka. Saya akui, saya memang tidak mudah bergaul dengan siapa saja. Saya teramat selektif dalam memilih teman, dan saya menggunakan rasa. Jika saya merasa nyaman, meskipun mereka jauh, saya akan datangi. Namun, jika saya tidak nyaman, meskipun mereka amat sangat dekat dengan saya, saya memilih diam.
Sampai saat ini saya pun sedang berlatih untuk menyesuaikan diri dengan ekspetasi orang bahwa mahasiswa komunikasi harus pandai berbicara. Ya, saya sedang menimba ilmu dengan banyak orang. Tetapi, jangan pernah lupakan kelebihanmu. Saya merasa Allah swt memberikan saya kelebihan dalam hal menulis, dilengkapi dengan olah otak yang mampu mengimajinasikan sesuatu. Saya sangat bersyukur akan hal itu.
"Berfokuslah pada kelebihan diri maka hal itu akan mendatangkan kemajuan. Bila orang lain hanya memandang kelemahan dan kekuranagan kita, jangan ambil pusing karena sebenarnya orang itu tidak tahu apa-apa tentang diri kita. Kitalah yang paling berhak menentukan anggapan/persepsi terhadap diri kita sendiri. Kita adalah hakim agung bagi diri kita sendiri." (dikutip dari buku Bangkit, Maju, dan Raih Mimpi karya Agus Riyanto.)
Saidah
Saidah
Be First to Post Comment !
Posting Komentar