Surat Untuk Calon Suamiku.

on
12/09/2013
Teruntuk kamu, laki-laki yang kini bersemayam di hati
Aku yakin kamu tahu bahwa kamu memang bukan lelaki pertama yang memenangkan hatiku.
Tetapi, kamu adalah lelaki pertama yang memenangkan hati ayahku, hingga ia rela memberikan restunya padamu, melepaskanku untuk kau nikahi.
Ayahku adalah satu-satunya laki-laki di muka bumi ini yang teramat sangat aku cintai dan aku kasihi.
Ayahku adalah satu-satunya laki-laki tergagah, tertampan, terbaik, dan terhebat yang ada di muka bumi ini.
Namun kini, Ayah tak lagi jadi satu-satunya laki-laki.
Ada kamu, calon suamiku, calon pendamping hidupku yang juga teramat aku cintai dan aku kasihi. Yang juga teramat gagah, tampan, baik dan hebat yang ada di muka bumi ini.
Aku tahu, ayahku pasti cemburu padamu. Belum pernah dalam sejarah hidupnya, ia terkalahkan oleh sosok laki-laki yang kini akan menjadi pendamping hidup putrinya.
Aku tahu, ayah pasti khawatir, sebelum akhirnya restu itu ia berikan. Tentu banyak sekali pertimbangan hingga akhirnya kamu mampu meyakininya bahwa kamu akan memegang estafet menjadi imam bagiku.
Tentu saja akan banyak sekali nasehat yang ia berikan untukmu. Dan aku percaya, kamu tidak akan mengaggap itu sebagai sebuah ‘kecerewetan’, justru kamu menganggap itu sebagai sebuah hal yang perlu kamu ketahui untuk bekalmu membahagiakanku.
Karena kita akan hidup bersama bukan hanya sekedar sehari dua hari, sepekan dua pekan, sebulan dua bulan, ataupun setahun dua tahun, tetapi selamanya.
Hingga mata ini tak mampu lagi untuk menatap, hingga bibir ini tak mampu lagi untuk berucap, hingga telinga  ini tak mampu lagi mendengar, dan hingga nafas ini tak ada lagi ada di dalam raga.
Sepanjang waktu itu, kita akan hidup bersama. Membangun cinta yang lebih dulu jatuh pada hati kita, membangun keluarga dengan segenap rasa syukur pada-Nya, membangun istana terindah yang akan menjadi tempat kita memadu asmara.
Dan sebelum nanti tiba saatnya, ayahku berhadapan denganmu, kalian saling berjabat tangan dan menatap erat penuh makna. Sebelum ‘ijab qabul’ terucap, izinkan aku untuk belajar …
Belajar menjadi seorang istri yang baik untukmu
Yang mampu meneduhkanmu dengan lisanku, yang mampu menghangatkanmu dengan dekapanku ..
Yang mampu menemanimu tanpa lelah ketika terjatuh, yang mampu menjadi pendengar baik setiap celotehanmu ..
Yang mampu menjadi ibu yang baik untuk anak-anakmu, menjadi makmum yang taat pada keimamanmu ..
Yang mampu menjadi sahabatmu berbagi, yang mampu menjadi rivalmu untuk saling memberi yang terbaik, yang mampu menjadi partnermu bekerjasama mendidik buah cinta kita, dan yang mampu setia padamu hingga tubuh ini sama-sama menua …
Teruntuk calon suamiku,
Izinkan catatan kecil ini menjadi bukti bahwa bersatunya kita bukan karena sebuah kebetulan, tetapi sebuah perjalanan ..
Perjalanan hati dari tidak saling mengenal hingga saling tertaut karena kuasa-Nya ..
Perjalanan dua insan yang akan membangun kehidupan baru dengan ridho-Nya ..
Perjalanan itu bernama … pernikahan …
Be First to Post Comment !
Posting Komentar