Kisah : Arti Memiliki dan Kehilangan

on
2/10/2015
Belakangan ini keuangan keluarga kami sedang goyah. Pertama, karena kebijakan pemerintah yang menerapkan sistem lelang jabatan. Kedua, dua kali kami dikerjai oleh orang yang kami percaya. Hingga menguras sejumlah dana. Yang membuat kami hanya bisa mengelus dada "Ya Allah." Rasanya hati ingin sekali menjerit, terutama sebagai sulung aku merasa tak berguna bagi mama dan papa. Di saat keluarga ini butuh pegangan lain, aku justru masih tertatih dan sering kali kembali bersandar pada kedua orang tuaku, bukan berdiri sendiri dan menjadi sandaran mereka. Pernah aku beprasangka tak baik pada Allah, namun buru-buru ku tepis. Ku kuatkan lagi hati yang merapuh. Ku luruskan lagi jiwa yang menyimpang. Aku percaya bahwa semua yang terjadi telah menjadi rencana-Nya untuk mengajari kami sesuatu. Aku percaya semua ada hikmahnya dan aku percaya bahwa takdir Allah pasti baik. Yang patut kami lakukan adalah berdoa, berusaha, dan bersandar pada-Nya. 

Hari ini kesabaran kami kembali diuji, lagi-lagi kami dikerjai oleh rekanan kami. Mereka saling menyalah dan melempar tanggung jawab. Mereka tak membantu, hanya memperumit keadaan kami. Air mata itu jatuh lagi. Air mata ketidakberdayaanku. Air mata yang jatuh di kala sunyi, di kamarku tengah hari. Bernafas pun rasanya berat. Ada beban yang tertahan di dada. Bersama jutaan air mata yang jatuh tanpa perintah. Lelah, aku larut dalam duka. Bukan pada apa yang terjadi pada kami, tapi pada penyalahan diri yang belum mampu berbakti pada ibu bapak. Yang masih sering menyusahkan, bahkan hingga hari ini.

Perlahan, ku langkahkan kakiku menuju ruang keluarga. Ku lihat Mama sedang menonton televisi. Ku lihat matanya, ku lihat beban disana. Ku lihat kerapuhan yang dibalut ketegaran ragawinya. Ku lihat kesabaran tiada bertepi dari matanya. Ku dalami lagi arti tatapannya, ada kelelahan meliputi namun baktinya sebagai istri dan perannya sebagai ibu membuat lelahnya tak terasa. 

Ku peluk mama, ku ciumi mama. Air mataku luruh dalam dekapnya. Mama menatapku penuh tanya. Sesegukan aku menjelaskan perkara "Maafin ayoh ya Ma. Maafin ayoh nyusahin mama terus. Maafin ayoh belum bisa bantu mama. Maafin ayoh sering bikin mama kesel. Maafin ayoh belum bisa bahagiain mama. Maafin ayoh. Maaf." 

Kemampuanku berkata-kata mendadak senyap dengan air mata. Bibirku kelu, air mata kian membasahi jilbab merah maroon milik mama. Aku merasakan jemarinya mengusap punggungku. Melepaskan satu satu penat yang mengendap. Dekapan itu hangat, saat hati kita bertemu dalam diam dan saling bicara tanpa kata. Kami saling membaca di balik detak. Ada cinta tanpa syarat. Ada cinta tak berbatas.

"Teh, setiap manusia pasti ada ujiannya. Kan Allah bilang belum dikatakan beriman seseorang jika belum Aku uji. Tetap bersyukur sama keadaan yang Allah kasih. Teteh jangan nyerah, terus libatin Allah di setiap langkah kita. Mama selalu berdoa sama Allah supaya anak-anak mama sukses. Jangan ditinggal sholat malamnya ya teh. Meskipun sunnah tapi itu baik. Apalagi di saat kita butuh. Allah gak butuh ibadah kita, tanpa ibadah kita Allah tetap Maha Kuasa. Kita yang justru gak bisa apa-apa tanpa Allah. Harta semua bisa hilang sekejap. Asal jangan iman yang hilang"

Barisan kalimat Mama mengilhamiku. Tentang dunia yang fana. Semuanya bisa hilang sekejap mata. Semua hanya titipan, bukan milik kita. Aku teringat sebuah novel karya Tere Liye tentang apalah arti memiliki. 'Apalah arti memiliki, jika diri kami sendiri bukan milik kami'. Dengan peristiwa ini Allah sedang mengajariku tentang arti memiliki, tentang arti kehilangan, tentang arti ikhlas atas setiap ketentuan-Nya


"Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Jika mendapat kelapangan, maka dia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu menjadi kebaikan baginya. (HR. Bukhari dari Shuhaib)


Bogor, 10 Februari 2014.
Pukul 21.15
Saidah

Related Post:

1 komentar on "Kisah : Arti Memiliki dan Kehilangan"
  1. yang sabar ya.. semoga Allah memberikan rizki yang lebih baik. aamiin

    BalasHapus