Resolusi Ibu Muda Anak Satu, Masih Bisakah Menggapai
Mimpi?
Dilihat
dari judulnya kayak yang “wah berat nih”, but yeaaah… emang berat. Ngomongin
soal mimpi emang gak ada yang mudah kan? Ya meskipun sesimple mimpi random
sederhana pengen warnain rambut aja, buatku, itu gak mudah. Bertahun-tahun izin
sama orang tua selalu ditolak sampai akhirnya izinku berpindah ke tangan suami.
Butuh 29 tahun untuk mimpi sederhana itu terwujud. Ya, kalau diitung dari kapan
menjadi mimpinya sih, yaa 15 tahun mungkin? Aku gak inget sih kapan pastinya ada
keinginan pengen warnain rambut, but sepertinya sih saat remaja ya. Dari SMA. Pun,
Ketika izin udah bukan menjadi penghalang, aku butuh budget yang gak sedikit buat
warnai rambut. Tahu sendiri kan perawatan ke salon habis berapa sekali
treatment. Plus, aku harus nunggu waktu yang tepat karena aku langsung hamil,
melahirkan, lalu menyusui. Masih ada momen menunggu yang belum tahu kapan saat
itu. Dan ketika memang waktunya, saat proses coloring pun, ya gak sebentar.
Sedikitnya aku butuh 6 jam untuk sampai pada titik …. YEAY NEW HAIR!
Saat
itu gimana rasanya? Happy. Aku berterima kasih berkali-kali sama suamiku karena
sudah mengizinkan aku untuk bisa mewujudkan mimpi random sederhana ini. Ya gak cuma
izin tentunya, tapi juga budget. Dan akuuuu beneraan seseneng itu saat rambut
baruku launching. Berkali-kali ngaca, selfie, dan selalu tanya “Bagus kan? Cantik
kan?” Bahkan di titik pencapaian aja aku masih butuh validasi bahwa apa yang aku
lakukan patut untuk aku appreciate.
Balik
lagi ke soal mimpi. Semenjak jadi ibu, terkadang aku merasa apakah aku masih
bisa punya mimpi? Apa yang kira-kira ingin aku raih. Aku gak mau selamanya
hanya menjadi ibu rumah tangga. Tapi di lain waktu, ketika suamiku bertanya “Apa
mimpi kamu? Apa yang pengen kamu lakuin?” di saat aku lagi lelah-lelahnya
ngurus anak, pertanyaan itu menjadi kata tanya yang sedikit menyakitkan. Apakah
aku harus punya mimpi? Apakah mengurus anak dengan baik dan berusaha maksimal
mendampingi anak gak bisa diapresiasi? Apakah aku harus menjadi lebih dari itu
agar dipandang wanita mandiri dan punya kelas? Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan
kontradiktif yang main peran di kepalaku. Overthinking kayaknya udah jadi makanan
sehari-hari. Tergantung lagi di situasi apa.
Sebagai
anak pertama yang juga menjadi generasi roti lapis, mimpi buatku kadang bisa jadi
nomor dua. Atau ya paling tidak mimpi itu harus selaras dengan jalan mencari
rejeki. Setidaknya, aku merasa harus bisa menjadi teman berbagi beban finansial
untuk suamiku. Lebih dari itu, aku ingin suamiku bisa kerja gak jauh-jauh. Biar
bisa pelukan kalau sesak lagi datang tanpa ketuk pintu duluan.
Karena
sebentar lagi Lova akan ulang tahun yang kedua. Aku merasa sudah waktunya aku
kembali (Cailah!). Sudah waktunya aku mulai bermimpi lagi. Sudah waktunya aku
memiliki diriku lagi. Ya, punya mimpi sebenernya jadi momen buatku bahwa aku masih
bisa berdaya dan punya anak gak menjadi penghalang. Jadi momen buatku memeluk
diriku lagi. Setelah dua tahun ini aku curahkan semua untuk anakku saja. Aku
belakangan. Walaupun sampai nantipun aku akan tetap belakangan, anak nomor
satu. Tapi setidaknya, aku punya giliran itu. Bukannya, nanti deh (yang entah
kapan).
Satu mimpi
sederhanaku, yaitu aku mau kembali masuk ke dunia menulis. Rasanya sudah
hampir 2 tahun aku gak saling ngobrol ke dalam diriku, cuma saling sapa sebentar.
Gak ada waktunya. Pun jika ada waktu luang lebih memilih me time dengan tidur
atau nonton drakor agar bisa terhibur di tengah waktu mengurus anak. Hidup jadi
ibu, penuh tantangan ya? Lelah, tapi seru. Kadang ngerasa gini-gini aja tapi ternyata wah banyak bangeeet naik turunnya.
Jadi,
aku mau mencoba merajut lagi mimpiku, yang benangnya udah sempat terurai
setelah terbentuk. Meskipun gak mulai dari awal-awal banget, tapi memulai
kembali sesuatu hal itu jelas butuh effort. Yang kusut harus diurai dulu, agar
yang terurai bisa siap dibentuk lagi. Kalau kamu, apa mimpimu, bu? Gak perlu
langsung wah dulu. Pelan-pelan aja. Mungkin, dimulai dengan ikut sebuah kursus
sederhana? Atau apapun.
Yang pasti itu akan butuh proses dan butuh pelukan serta dukungan hangat dari sekitar. Dan aku pengen jadi salah satu yang ngasih semangat itu juga. Semangat
ya bu. Aku disini juga butuh teman yang bisa menyemangati. Kita pasti bisa ya, bu. Berbagi semangat dan
cerita di kolom komentar yuk bu!